JAKARTA - Otoritas Jasa Keuangan (OJK) menetapkan batasan modal minimum Rp10 triliun bagi pelaku usaha yang ingin mendirikan bank digital baru. Aturan ini diungkapkan oleh Direktur Eksekutif Kepala Departemen Penelitian dan Pengaturan Perbankan OJK Anung Herlianto.
Meski demikian, Anung menyebut bahwa ketentuan tersebut masih mungkin berubah mengingat otoritas masih terus menggodok skema terbaik dengan meminta masukan dari berbagai pihak, seperti pelaku industri, asosiasi, maupun stakeholder terkait.
“Gambarannya kita-kira seperti itu dan kami masih terus mencari format terbaik agar ini dapat benar-benar diterima semua pihak,” ujarnya dalam webinar, Kamis, 18 Februari.
Informasi lain yang dia kemukakan adalah apabila bank eksisting yang ingin mengkonversikan kegiatan usahanya ke dalam full bisnis digital, maka persyaratan modal yang ditetapkan adalah Rp3 triliun.
“Ini masuk dalam aturan POJK (Peraturan Otoritas Jasa Keuangan) konsolidasi, di mana kalau dia bank stand alone (berdiri sendiri) maka syaratnya harus Rp3 triliun. Contohnya seperti Bank Kesejahteraan Ekonomi (BKE) yang dimiliki Shopee, sementara Shopee bukan merupakan lembaga perbankan,” tuturnya.
Pendekatan berbeda berlaku apabila sebuah bank eksisting kemudian diakuisisi oleh bank lain yang lebih besar kemudian dikonversi menjadi bank digital.
BACA JUGA:
“Ini terjadi pada Bank Royal yang diakuisisi BCA kemudian diubah menjadi bank digital. Karena induknya sendiri merupakan lembaga perbankan maka persyaratan permodalan minimum hanya Rp1 triliun,” tegas dia.
Adapun, persyaratan lain yang dikemukakan Anung antara lain bank digital harus memiliki minimal satu kantor pusat di Indonesia. Lalu, direksi bank tersebut harus menguasai perkembangan teknologi informasi, khususnya dalam bidang jasa keuangan.
“Selebihnya saya kira aturan yang bersifat normatif, yaitu memiliki kemampuan mitigasi yang kuat, berkontribusi terhadap perekonomian, dan bisa berperan aktif untuk turut bisa mengelola tekanan seperti saat pandemi sekarang,” tutup dia.