Bagikan:

JAKARTA - Kepala Eksekutif Pengawas Perbankan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Heru Kristiyana memastikan bahwa penerbitan tiga Peraturan OJK (POJK) yang baru tidak akan memberikan tekanan kepada pelaku usaha.

Menurut dia, beleid baru tersebut justru menjadi payung regulasi bagi industri jasa keuangan seiring dengan perkembangan teknologi saat ini.

“Saya ingin menegaskan bahwa penerbitan beberapa POJK ini sama sekali tidak memberikan beban baru kepada institusi perbankan kita karena tujuan utamanya adalah menyesuaikan dengan dinamika-dinamika yang berkembang,” ujarnya dalam webinar pada Senin, 23 Agustus.

Heru nambahkan, perubahan landscape dari bisnis perbankan yang terus berubah dan dipercepat oleh pandemi COVID-19 membuat harapan masyarakat terhadap institusi keuangan ini juga berubah.

“Ini juga mendorong kita untuk membuat landasan yang kuat pada perbankan agar tetap bisa melayani masyarakat dan mencapai skala ekonomi yang diharapkan,” tuturnya.

Lebih lanjut, Heru menilai jika industri perbankan di Tanah Air memiliki peran sentral dalam mendongkrak perekonomian. Pasalnya, sekitar lembaga intermediasi tersebut menyokong lebih dari separuh aktivitas bisnis keuangan di Tanah Air.

“Langkah ini juga akan membuat perbankan kita memberikan kontribusi yang maksimal, khususnya dengan memanfaatkan teknologi informasi,” tegasnya.

Untuk diketahui, lembaga pimpinan Wimboh Santoso itu baru saja merilis tiga aturan baru terkait lembaga perbankan nasional, yaitu POJK No. 12/POJK.03/2021 tentang Bank Umum, POJK No.13/POJK.03/2021 tentang Penyelenggaraan Produk Bank Umum.

Serta yang terakhir adalah POJK No.14/POJK.03/2021 tentang Perubahan POJK No. 34/POJK.03/2018 tentang Penilaian Kembali Pihak Utama Lembaga Jasa Keuangan.

Adapun, regulasi yang paling banyak membetot perhatian adalah terkait pembentukan bank digital dengan batasan modal minimum Rp10 triliun. Lalu, hal lain yang menjadi sorotan adalah soal Redefinisi pengelompokan bank umum dari BUKU (Bank Umum Kegiatan Usaha) menjadi KBMI (Kelompok Bank berdasarkan Modal Inti).

Disebutkan bahwa KBMI 1 adalah bank dengan modal inti Rp1 triliun-Rp6 triliun. Kemudian KBMI II Rp6 triliun-Rp14 triliun, KBMI III Rp14 triliun-Rp70 triliun, dan KBMI IV dengan modal inti di atas Rp70 triliun.

“Pengelompokan baru ini tidak dikaitkan dengan kegiatan usaha (produk/aktivitas) dan jaringan kantor bank tetapi digunakan untuk kepentingan pengaturan prudensial, keperluan statistik dan ketepatan pengelompokkan bank sesuai peer-nya,” kata dia.

“Secara umum, redefinisi pengelompokan bank bertujuan untuk mendukung terlaksananya implementasi pengaturan secara efektif dan pengawasan yang lebih efisien. Bank tidak diwajibkan untuk melakukan penyesuaian modal inti sesuai KBMI,” tutup Heru.