Bagikan:

JAKARTA - Pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) nonaktif, Firli Bahuri turut berkomentar soal pengakuan Agus Rahardjo yang pernah diminta Presiden Joko Widodo atau Jokowi agar kasus yang menjerat eks Ketua DPR Setya Novanto itu dihentikan.

Menurutnya, posisi sebagai ketua lembaga antirasuah sangat rentan menerima tekanan maupun intervensi.

"Ya kita menyadari bahwa saya kira setiap pimpinan menghadapi segala tantangan hambatan bahkan juga bisa jadi intervensi maupun tekanan," ujar Firli kepada wartawan, Jumat, 1 Desember.

Karenanya sosok yang menjabat sebagai ketua KPK haruslah pemberani. Sebab, beban dan tanggung jawab besar memberantas korupsi ada di pundak pemimpin.

"Karenanya jangan pernah menjadi pimpinan KPK kalau tidak berani untuk diintervensi tidak berani untuk melawan tekanan karena sesungguhnya keselamatan kita semua ada di pundak pimpinan KPK untuk bersihkan negeri ini dari praktik korupsi," kata Firli.

Sebelumnya, Agus Rahardjo blak-blakan mengungkap dirinya pernah diamuk Jokowi di Istana Negara, Jakarta. Belakangan diketahui dia diminta untuk menghentikan kasus korupsi pengadaan e-KTP yang menyeret eks Ketua DPR Setya Novanto.

Dalam tayangan YouTube Kompas TV, Agus mengatakan dia tak pernah mengungkap peristiwa ini. Awalnya, Rosiana Silalahi sebagai pembawa acara bertanya ada tidaknya upaya KPK dijadikan alat kekuasaan dan Agus bercerita pernah dipanggil sendirian menghadap Jokowi saat pengusutan kasus korupsi e-KTP dilakukan.

"Waktu kasus e-KTP saya dipanggil sendirian oleh Presiden dan pada waktu itu ditemani oleh Pak Pratikno (Menteri Sekretaris Negara). Saya heran biasanya memanggil berlima ini kok sendirian," kata Agus dalam tayangan yang dikutip Jumat, 1 Desember.

Kedatangannya ini pun terkesan senyap karena Agus tak lewat depan ruang wartawan. "Tapi lewat pintu dekat masjid kecil," ujarnya.

Saat masuk ke dalam ruangan, Agus mendapati Presiden Jokowi sudah mengamuk.

"Presiden sudah marah, menginginkan, karena baru saya masuk beliau sudah teriak 'hentikan'. Saya heran apa yang dihentikan," ungkap Agus.

Setelah dia duduk, akhirnya Agus mendapat penjelasan maksud pernyataan Jokowi adalah menghentikan kasus e-KTP yang menyeret nama Setya Novanto yang menjabat sebagai Ketua DPR. Tapi, Agus Rahardjo mengatakan hal ini tak bisa dilakukan karena surat perintah penyidikan (sprindik) sudah dikeluarkan.

"Sprindik itu, karena KPK tidak punya SP3 (Surat Pemberhentian Penyidikan Perkara) tidak mungkin saya hentikan, saya batalkan," ujarnya.

Agus mengaku dirinya tak peduli dengan amukan Presiden Jokowi. Ia tetap jalan karena ketika UU KPK belum direvisi, lembaga ini tidak berada langsung di bawah kepala negara.

Agus juga bercerita Presiden Jokowi bertanya tentang berkas perkara yang disebutnya sudah dikeluarkan yaitu sprindik.

"Pak Presiden juga bertanya kepada Pak Mensesneg, Pak Pratik, sprindik itu apa toh?" ungkapnya menirukan pernyataan Jokowi. "Jadi itu kejadiannya yang ada saat itu," sambungnya.