Bagikan:

MTARAM - Empat perwira jaga yang bertugas pada Kantor Unit Penyelenggara Pelabuhan Kelas III Kayangan, Nusa Tenggara Barat, mengakui menandatangani surat persetujuan berlayar (SPB) untuk pengapalan material tambang pasir besi PT Anugrah Mitra Graha (AMG) periode 2021 sampai 2022, atas perintah syahbandar.

"Karena ada perintah dari syahbandar, kami kemudian menerbitkan SPB," kata Faisal Cahyadi, salah seorang perwira jaga menjawab pertanyaan jaksa penuntut umum dalam sidang lanjutan perkara korupsi tambang pasir besi PT AMG dengan terdakwa Muhammad Husni, Syamsul Makrif, dan Zainal Abidin di Pengadilan Tipikor pada Pengadilan Negeri Mataram, Antara, Selasa, 28 November. 

Faisal menegaskan, syahbandar dalam hal ini merupakan Kepala Kantor Unit Penyelenggara Pelabuhan Kelas III Kayangan Sentot Ismudiyanto Kuncoro yang juga menjadi terdakwa dalam perkara ini.

Hal itu diungkapkan Faisal berhubungan dengan Pasal 4 ayat (1) Peraturan Menteri Perhubungan (Permenhub) RI Nomor 82 Tahun 2014 tentang Tata Cara Penerbitan Surat Persetujuan Berlayar.

"Jadi, syahbandar itu pimpinan kami," ujarnya.

Faisal turut mengakui bahwa dirinya yang kali pertama menerbitkan SPB untuk pengapalan material tambang PT AMG atas perintah syahbandar.

"Itu pada 9 Februari 2021," ucap dia.

Sebelum menerbitkan SPB, Faisal yang bertugas sebagai perwira jaga mengakui pada awalnya ada menemukan syarat dokumen yang belum lengkap.

Syarat itu berkaitan dengan laporan hasil verifikasi (LHV) dari PT Sucofindo yang menyatakan bahwa perusahaan tambang telah mendapatkan persetujuan rencana kegiatan anggaran biaya (RKAB) dari Kementerian ESDM RI dan bukti pembayaran royalti.

"Jadi, syarat kelengkapan itu diganti dengan surat pernyataan dari PT AMG, pengapalan pun sempat saya tunda dan saya koordinasikan dengan pimpinan," kata Faisal.

Hasil koordinasi, lanjut dia, syahbandar meminta Faisal sebagai perwira jaga untuk tetap menerbitkan SPB.

Dia mengaku tidak ada arahan pimpinan yang memintanya agar agen pengapalan maupun PT AMG untuk melengkapi dokumen.

"Tidak ada perintah begitu, langsung diarahkan untuk lanjutkan, terbitkan SPB," ujarnya.

Dengan adanya keterangan demikian, tiga perwira jaga yang turut hadir sebagai saksi bersama Faisal, yakni Nasarudin, Arif Chandra, dan Gemas Azis Gunawan, juga menyatakan hal serupa. Mereka mengakui menerbitkan SPB atas perintah syahbandar.

"Karena ada perintah, jadi kami terbitkan SPB," ujar masing-masing saksi.

Usai mendengar keterangan para saksi, ketua majelis hakim Mukhlassuddin menanggapi dengan menyatakan bahwa penerbitan SPB untuk pengapalan material tambang PT AMG tidak sesuai dengan Permenhub RI Nomor 82 Tahun 2014.

Hal itu berkaitan dengan SPB yang ditandatangani para perwira jaga di atas nama syahbandar.

"Ini dalam SPB yang tercantum nama syahbandar, tetapi ditandatangani oleh saksi-saksi. Kalau memang syahbandar ya syahbandar, kenapa perwira jaga yang tanda tangani di atas nama syahbandar," kata Mukhlassuddin.

Menurut dia, perbuatan para perwira jaga ini sudah mengarah pada pidana pemalsuan surat, meskipun ada perintah dari syahbandar.

"Ini sama saja membuat surat palsu, ini bisa dipidanakan karena semua yang anda-anda buat itu salah semua," kata Mukhlassuddin.

Adanya keterangan demikian, Abdul Hanan sebagai penasihat hukum terdakwa Muhammad Husni yang mendapat kesempatan bertanya kepada para saksi meminta pemahaman mereka terkait Pasal 6 Permenhub RI Nomor 82 Tahun 2014.

Dalam pasal tersebut syahbandar dapat menerbitkan SPB dengan menunjuk pejabat atau petugas yang memiliki kompetensi di bidang kesyahbandaran.

"Ini bagaimana pemahaman saksi. Ini menunjuk bukan dalam arti menandatangani SPB. Dalam aturan ini tidak ada yang mengatakan bahwa perwira jaga boleh menandatangani SPB," kata Hanan.

Para saksi menjawab dengan mengatakan bahwa penerbitan SPB oleh perwira jaga memang tidak ada diatur dalam Permenhub RI Nomor 82 Tahun 2014. Melainkan, para saksi menerbitkan SPB atas perintah pimpinan.

"Karena kalau tidak menjalankan tugas yang diperintahkan pimpinan, kami akan diberikan sanksi," kata Faisal.

Faisal mengakui pernah mendapatkan sanksi dari pimpinannya karena tidak menjalankan perintah menerbitkan SPB untuk kapal penumpang dari Pelabuhan Kayangan menuju Pelabuhan Pototano.

"Padahal, di situ saya menemukan ada salah satu sertifikat yang sudah mati, perlu diperbaharui lagi sehingga saya tunda pemberangkatannya," ujar dia.

Faisal mengaku sempat melaporkan temuan itu kepada syahbandar. Namun, syahbandar memerintahkan Faisal untuk tetap menerbitkan SPB.

"Waktu itu saya tidak jalankan perintah pimpinan dan dikasih sanksi pemberhentian sementara sebagai perwira jaga. Sanksi itu ada SK langsung dari pimpinan," ucapnya.

Dalam periode 2021 sampai 2022, syahbandar menerbitkan 32 SPB untuk pengapalan 249.000 material tambang PT AMG dengan kelengkapan syarat berupa surat pernyataan dan keterangan dari Kepala Dinas ESDM NTB.

Munculnya SPB tersebut yang kemudian menjadi dasar auditor menerbitkan angka kerugian negara dengan nilai sedikitnya Rp36 miliar.