Bagikan:

YOGYAKARTA - Usulan tarif dinamis LRT tengah dikaji oleh Kementerian Perhubungan untuk diberlakukan pada layanan Light Rail Transit Jabodebek. Tarif dinamis atau dynamic pricing adalah skema penetapan harga layanan yang berbeda-beda selama horison waktu penjualan. 

Penerapan skema dynamic pricing ini biasanya dilakukan memperhatikan tinggi atau rendahnya permintaan dalam satu waktu. Sebenarnya skema ini biasa digunakan dalam berbagai lini bisnis. Contohnya dalam tarif ojek online, ketika jam sibuk atau permintaan sedang banyak maka tarif sekali jalan juga akan dinaikkan. 

Rencananya skema pada LRT Jabodebek akan sama, tetapi ada sedikit perbedaan. Lantas seperti apa usulan tarif dinamis LRT Jabodebek yang sedang digodok oleh Kemenhub?

Usulan Skema Tarif Dinamis LRT Jabodebek

Adita Irawati, Juru Bicara Kemenhub, menyampaikan bahwa dynamic pricing yang bakal digunakan pada skema tarif LRT Jabodebek bakal membuat biaya jadi lebih murah di jam sibuk atau peak hours. Wacana ini muncul di tengah usulan dispensasi tarif LRT Jabodebek imbas gangguan yang dalam beberapa waktu terakhir dialami moda transportasi ini.  

"Ini yang namanya dynamic (pricing) tergantung off (hour) sama peak (hour). Jadi ketika memang itu lagi peak seperti sekarang kan itu harganya bisa lebih murah," tutur Adita di Kompleks DPR RI, pada Selasa (7/11) lalu.

Wacana dynamic pricing masih dikaji dan dievaluasi oleh Kemenhub. Adita mengatakan bahwa pihaknya masih mempertimbangkan perlu atau tidaknya menerapkan dynamic pricing bila melihat profil pengguna LRT Jabodebek secara keseluruhan. 

Sampai saat ini, tarif layanan LRT Jabodebek dipatok mulai dari Rp3.000 untuk tarif minimal dan Rp20.000 untuk tarif maksimal. Sementara layanan di akhir pekan dan hari libur nasional diterapkan sedikit lebih murah, yaitu hanya sampai Rp10.000 untuk tarif maksimal. 

Apakah Penerapan Skema Tarif Dinamis LRT Baik untuk Masyarakat?

Meski penerapan dynamic pricing bisa membuat tarif menjadi lebih murah, namun skema ini masih belum pantas diberlakukan di layanan LRT Jabodebek. Deddy Herlambang, Dirut Eksekutif Institut Studi Transportasi (Instran), menilai bahwa perjalanan kereta LRT Jabodebek masih belum normal. 

Menurut Deddy, penerapan skema tarif dinamis masih belum perlu digunakan pada LRT Jabodebek. Deddy juga berpendapat bahwa untuk menentukan mana jam sibuk (peak hours) dan jam sepi (off hours) pun akan sangat sulit. Waktu tunggu layanan kereta ini saja masih 1 jam, bahkan terkadang lebih. 

Deddy mengatakan skema tarif dinamis bisa dan layak diberlakukan jika LRT Jabodebek sudah menjadi kebutuhan publik. Misalnya seperti layanan transportasi kereta rel listrik (KRL). Deddy menilai LRT Jabodebek masih belum menjadi transportasi yang diutamakan masyarakat. 

Lalu apa manfaat penerapan tarif skema dinamis LRT Jabodebek? Menurut Deddy, dynamic pricing menjadi skema tarif yang paling adil bagi layanan transportasi massal. Pasalnya, di saat penumpang penuh maka banyak orang yang menanggung biaya produksi transportasinya. Hal itu pun membuat tarif layanan transportasi bisa lebih murah. 

Sementara ketika penumpang sepi maka tarif akan ditetapkan lebih mahal karena hanya sedikit orang yang menanggung biaya produksi transportasinya. Selain itu, di waktu jam penumpang sepi, masyarakat bisa merasakan kenyamanan lebih tinggi karena tidak perlu berhimpitan atau berdesakan. 

Demikianlah ulasan mengenai usulan skema tarif dinamis LRT. Meski wacananya terus bergulir, namun Adita dari Kemenhub masih belum bicara mengenai kapan kajian selesai dan dynamic pricing mulai diberlakukan. Dia memberi isyarat usulan skema tarif dinamis LRT tidak bisa diterapkan pada tahun ini. 

Ikuti terus berita terkini dalam negeri dan luar negeri lainnya di VOI . Kamu menghadirkan terbaru dan terupdate nasional maupun internasional.