JAKARTA - PBB mengatakan keputusan Israel untuk meningkatkan serangan bom di bagian selatan Jalur Gaza “melanggar” jaminan yang dibuat sebelumnya wilayah tersebut akan menjadi tempat perlindungan bagi mereka yang melarikan diri dari kekerasan.
Natalie Boucly, penjabat wakil komisaris jenderal badan pengungsi Palestina PBB, mengatakan kepada Majelis Umum bahwa "tidak ada tempat aman di Gaza" di tengah serangan Israel yang terus berlanjut di kantung pesisir itu.
"Otoritas Israel meminta orang-orang untuk pindah ke selatan. Namun, tidak ada bagian di Jalur Gaza yang tidak dibom," sebut pejabat senior UNRWA itu dilansir ANTARA dari Anadolu, Sabtu, 18 November.
"Peningkatan militer di selatan dalam beberapa hari terakhir melanggar jaminan yang diterima orang-orang bahwa pindah ke selatan akan menjadi aman."
Kepala Staf Umum Israel Herzi Halevi mengatakan pada Jumat pagi bahwa setelah “hampir membongkar sistem militer” Hamas di Gaza utara, militer Israel kini akan berupaya menargetkan “wilayah lebih luas.”
Militer Israel menyebarkan selebaran di beberapa kawasan di Kota Khan Younis, Gaza selatan, meminta warga meninggalkan rumah-rumah mereka. Radio militer lebih lanjut menyatakan bahwa ini adalah langkah penting yang mengindikasikan perluasan yang diperkirakan tentang operasi militer Israel menuju selatan Jalur Gaza.
Lebih dari 1,5 juta penduduk Gaza telah meninggalkan rumah-rumah mereka, banyak dari mereka mengungsi ke selatan, menurut data PBB. Ratusan ribu tetap tinggal di utara dimana pertempuran hebat masih berlanjut, dan dimana hanya satu dari 24 rumah sakit di wilayah itu yang beroperasi yaitu Al-Ahli.
Sejak Israel mulai membombardir Gaza setelah serangan lintas batas Hamas pada 7 Oktober, setidaknya 11.500 warga Palestina telah terbunuh, termasuk lebih dari 7.800 wanita dan anak-anak, dan lebih dari 29.200 lainnya terluka, menurut Kementerian Kesehatan wilayah tersebut.
"Namun angka tersebut kemungkinan lebih tinggi mengingat faktanya banyak jenazah yang terkubur di bawah reruntuhan perlu waktu untuk ditemukan," ujar Martin Griffith, koordinator urusan kemanusiaan PBB.
Hampir separuh bangunan tempat tinggal di Gaza hancur atau luluh lantak, menurut data PBB ketika Israel terus melakukan serangan bom lewat udara dan darat.
“Sifat dan skala kerugian sipil merupakan karakteristik dari penggunaan senjata peledak dengan dampak luas di wilayah padat penduduk,” kata Griffiths.
Dia menekankan memberikan bantuan hanya lewat perbatasan Rafah dengan Mesir "secara logistik tidak mungkin", dan menyeru Israel untuk memberikan izin menggunakan perbatasan Kerem Shalom dimana 60 persen bantuan internasional disalurkan sebelum konflik.
BACA JUGA:
Di tengah penghancuran masal, pengepungan oleh Israel juga memutus Gaza untuk mendapatkan bahan bakar, listrik dan air, dan mengurangi pengiriman bantuan hanya sebagian kecil dari kondisi sebelum pecahnya permusuhan.
Dennis Francis, Presiden Majelis Umum PBB, mengulangi seruan masyarakat internasional untuk gencatan senjata segera, dan menekankan, "permohonan ini bukan hanya dari saya saja – ini adalah seruan yang bergema dari seluruh anggota Majelis Umum itu sendiri."
"Kami membutuhkan akses kemanusiaan yang aman dan tanpa hambatan, sekarang. Kami menuntut Hamas untuk mengembalikan sandera tanpa syarat, sekarang. Kami menuntut para pejuang bertindak sepenuhnya sesuai dengan hukum internasional, termasuk hukum perang, setiap saat, dan dalam segala keadaan," sebut Francis dalam pidato pembukaannya.
Dalam serangan 7 Oktober, Hamas membawa lebih dari 200 orang ke Jalur Gaza sebagai sandera.