JAKARTA - Kementerian Keuangan (Kemenkeu) mencatat pemerintah telah menyuntik Badan Usaha Milik Negara (BUMN) melalui penyertaan modal negara (PMN) sebesar Rp186,47 triliun selama satu dekade atau periode 2010 hingga 2019. Dana tersebut berasal dari anggaran pendapatan dan belanja negara (APBN) sehingga bersifat fluktuatif.
Pengamat BUMN dari Fakultas Ekonomi Bisnis Universitas Indonesia (UI) Toto Pranoto mengatakan suntikan dana kepada BUMN memang tak bisa dihindarkan karena sebagian besar BUMN adalah milik negara.
Lebih lanjut, ia mengatakan, pemberian PMN ini bermacam-macam tujuannya. Misalnya untuk meningkatkan kapasitas usaha, memperbaiki struktur permodalan BUMN atau juga untuk memberikan dukungan investasi.
Meksi begitu, Toto mengatakan, penyaluran PMN kepada BUMN ini harus diukur baik secara finansial maupun ukuran operasional lainnya. Sebab, BUMN memiliki dua fungsi utama yakni pada sisi komersial dan sisi pelayanan kepada publik atau dikenal Public Service Obligation (PSO).
"Ukuran-ukuran kepada PSO ini tentu akan lebih melihat bagaimana kinerja operasional mereka kaitannya dengan efisiensi atau efektivitas penggunaan dana yang diberikan pemerintah. Sisi lain secara tugas untuk komersial aspek, kita lihat bagaimana BUMN tersebut menarik keuntungan atau profit dari usaha yang mereka kerjakan," tuturnya di acara Market Review IDX Channel, Senin, 15 Februari.
Menurut Toto, untuk mengukur seberapa efektif dana PMN yang diberikan kepada BUMN dalam hal ini tetap diperlukan evaluasi. Kemudian juga perlu dilakukan pengawasan terkait bagaimana dana yang diberikan pemerintah dikelola.
"Saya kira itu yang menjadi landasan utama (mengukur) bagaimana PMN yang sudah diberikan kepada BUMN tadi bisa berjalan baik atau kurang baik," jelasnya.
Sebelumnya, Menteri Keuangan Sri Mulyani mengatakan PMN mulai dialokasikan pada tahun 2010 untuk mendorong peran BUMN sebagai agent of development. Saat itu pemerintah memberikan PMN sebesar Rp5,8 triliun dalam bentuk tunai dan Rp239 miliar non-tunai.
Kemudian alokasi PMN meningkat pesat di 2015 menjadi sebesar Rp65,6 triliun berbentuk tunai dan Rp250 miliar non-tunai. Sejak tahun ini anggaran yang digelontorkan untuk PMN cukup signifikan.
BACA JUGA:
Pada 2016 sebesar Rp51,9 triliun secara tunai dan 2,5 triliun non-tunai dan di 2017 sebesar Rp9,2 triliun untuk tunai dan Rp379 miliar non-tunai. Lalu 2018 dan 2019 hanya dalam bentuk tunai dengan masing-masing sebesar Rp6,1 triliun dan Rp20,3 triliun.
Adapun, secara rinci PMN sepanjang 2010 hingga 2019 yang ditujukan untuk peningkatan kapasitas nilainya mencapai Rp179,16 triliun. Suntikan modal itu mencakup penyediaan kredit mikro Rp13,28 triliun, kedaulatan pangan Rp11,43 triliun, dan pembangunan infrastruktur dan konektivitas Rp84,47 triliun.
Untuk pembiayaan ekspor sebesar Rp13,7 triliun. Kemandirian energi Rp35,66 triliun, pembiayaan perumahan Rp8,3 triliun, serta peningkatan industri strategis sebanyak Rp12,3 triliun.
Sementara PMN yang ditujukan untuk perbaikan struktur modal mencapai Rp7,30 triliun. Dana itu mencakup perbaikan melalui konversi (non-tunai) sebesar Rp4,74 triliun, perbaikan melalui penambahan modal disetor Rp1,56 triliun, dan perbaikan melalui penambahan dana restrukturisasi kepada PT PPA sebesar Rp1 triliun.
"Kami akan terus-menerus melakukan monitoring kondisi BUMN agar selalu sehat disertai dengan dengan tata kelola yang baik dalam perusahaan," katanya dalam rapat kerja dengan Komisi XI DPR RI, Senin, 8 Februari.