Siapa Sukanto Tanoto 'Raja Sawit' yang Beli Istana Raja Ludwig di Jerman
Sukanto Tanoto muda (Foto: sukantotanoto.com)

Bagikan:

JAKARTA – Pengusaha Sukanto Tanoto tengah menjadi perbincangan karena disebut-sebut dalam laporan OpenLux yang merupakan kerja investigatif jurnalis internasional.

Dari informasi yang dirilis, Sukanto bersama sang anak Andre Tanoto diduga membeli sejumlah properti prestisius di Jerman melalui perusahaan yang tidak terafiliasi secara langsung dengan entitas induk alias perusahan cangkang guna menghindari pungutan pajak.

Terdapat dua properti utama yang dikuasai klan Tanoto di tanah Bavarian. Pertama adalah satu gedung mewah karya arsitek ternama Frank O. Gehry di kota pusat perekonomian Düsseldorf, serta yang kedua merupakan istana Raja Ludwig di München. Menurut laporan OpenLux, keluarga Tanoto diperkirakan telah mengeluarkan uang tidak kurang dari 350 juta euro atau setara Rp6 triliun atas properti ini. 

Mengutip laman Wikipedia, Sukanto Tanoto merupakan salah satu pengusaha tersukses di Tanah Air yang lahir pada 25 Desember 1949. Dia dikenal luas oleh masyarakat sebagai entrepreneur sejati di bidang agroindustri, khususnya sawit.

Awalnya, Sukanto muda merintis kerajaan bisnisnya dengan menjadi supplier sederhana kebutuhan Pertamina. Dari keuntungan yang didapat, dia mencoba peruntungan di bidang kehutanan dengan bendera Royal Golden Eagle International (RGEI) yang dulu dikenal sebagai Raja Garuda Mas.

Hari ini, RGEI ditaksir memiliki total aset 15 miliar dolar AS dengan 50 ribu pekerja yang terlibat didalamnya. Bisnis usaha disebar ke dalam empat area utama, yakni, pulp dan kertas (APRIL), agro industri (Asian Agri), dissolving wood pulp dan viscose staple fibre (sateri Holdings Limited), serta pengembangan sumber daya energy (Pacific Oil & Gas).

Dari keempat gurita bisnisnya itu, Asian Agri merupakan yang paling fenomenal. Korporasi bidang produksi minyak sawit ini bahkan diklaim sebagai one of Asia's largest palm oil producers.

Disebutkan bahwa perusahaan kelapa sawit terbesar di Indonesia tersebut didirikan pada 1979 dan kini memiliki 160.000 ha area perkebunan tersertifikasi yang tersebar di Sumatera Utara, Riau dan Jambi dengan 25.000 karyawan.

Dalam laman pribadinya di www.sukantotanoto.com, dia mengungkapkan motivasinya dalam mendirikan Asian Agri pasca perjalanan ke Malaysia.

“Saya melihat Sime Darby, Guthrie dan perusahaan kelapa sawit asal Inggris yang berhasil. Lalu, saya menyadari tanah di Indonesia lebih murah, tenaga kerja juga murah dan punya pasar 10 kali lebih besar dari Malaysia. Saya berpikir, mengapa tidak mencoba minyak kelapa sawit,”  ujarnya.

Bak menemukan momentum, bisnis sawit yang dirintis Sukanto bertepatan dengan program transmigrasi pemerintah. Program ini jelas sangat dibutuhkan Asian Agri dalam mencari tenaga kerja plus memiliki mental babat alas.

Dari hasil bisnisnya, Forbes dalam sebuah edisi pernah menaksir harta Sukanto Tanoto mencapai 1,35 miliar dollar AS atau sekitar Rp 19,07 triliun. Kekayaan itu menempatkannya di urutan 22 orang paling kaya di Indonesia pada sepanjang 2020.