Penyuap Edhy Prabowo di Kasus Izin Ekspor Benur Didakwa Berikan Rp2,1 Miliar
Pengadilan Tipikor (DOK. ANTARA)

Bagikan:

JAKARTA - Terdakwa Direktur PT Dua Putera Perkasa Pratama (PT DPP), Suharjito didakwa menyuap mantan Menteri Kelautan dan Perikanan (KKP) Edhy Prabowo sebesar Rp2,1 miliar. Suap itu berkaitan dengan izin ekspor benih lobster atau benur. 

"Terdakwa Suharjito telah melakukan beberapa perbuatan yang mempunyai hubungan sedemikian rupa sehingga harus dipandang sebagai perbuatan berlanjut, yaitu memberi atau menjanjikan sesuatu yaitu memberi sesuatu berupa uang seluruhnya USD 103 ribu dan Rp 706.055.440 kepada Pegawai Negeri atau Penyelenggara Negara yaitu kepada Edhy Prabowo selaku Menteri Kelautan dan Perikanan Republik Indonesia (Menteri KP-RI)," ucap jaksa KPK Siswandono dalam persidangan di Pengadilan Tipikor, Jakarta, Kamis, 11 Februari.

Jumlah suap senilai Rp2,1 miliar merupakan akumulasi uang yang diberikan. Sebab, jika dikonversikan ke rupiah, 103 ribu dolar Amerka Serikat (AS) senilai Rp 1.441.799.150 atau sekitar Rp1,4 miliar.

Kemudian, dalam dakwaan juga disebut jika Suharjito memberikan suap ke Edhy Prabowo melalui staf khusus menteri KKP Safri dan Andrau Misanta Pribadi. Selain itu, tertulis juga nama Sekretaris Pribadi Edhy bernama Amiril Mukminin, dan Ainul Faqih selaku staf pribadi istri dari Edhy Prabowo, yakni, Iis Rosita Dewi.

"Dengan maksud supaya Edhy Prabowo melalui Andreau Misanta Pribadi dan Safri mempercepat proses rekomendasi persetujuan pemberian izin budidaya sebagai salah satu syarat pemberian izin ekspor Benih Bening Lobster (BBL) kepada PT Dua Putera Perkasa Pratama (PT DPP)," kata dia.

Dengan rangkaian suap itu, jaksa mendakwa Suharjito telah melanggar Pasal 5 ayat (1) huruf a atau Pasal 13 UU RI Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan UU RI Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas UU Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 64 ayat (1) KUHP.

Sebagai informasi, Edhy Prabowo ditetapkan sebagai tersangka karena diduga menerima suap dari perusahaan-perusahaan yang mendapat penetapan izin ekspor benih lobster menggunakan perusahaan forwarder dan ditampung dalam satu rekening hingga mencapai Rp9,8 miliar.

Uang yang masuk ke rekening PT ACK yang saat ini jadi penyedia jasa kargo satu-satunya untuk ekspor benih lobster itu selanjutnya ditarik ke rekening pemegang PT ACK, yaitu Ahmad Bahtiar dan Amri senilai total Rp9,8 miliar.

Selanjutnya pada 5 November 2020, Ahmad Bahtiar mentransfer ke rekening staf istri Edhy bernama Ainul sebesar Rp3,4 miliar yang diperuntukkan bagi keperluan Edhy, istri-nya Iis Rosyati Dewi, Safri, dan Andreau.

Uang ini dipergunakan untuk belanja barang mewah oleh Edhy dan istri-nya di Honolulu, AS pada 21 sampai dengan 23 November 2020 sejumlah sekitar Rp750 juta di antaranya berupa jam tangan Rolex, tas Tumi dan LV, sepeda roadbike, dan baju Old Navy.

Selain itu, sekitar Mei 2020, Edhy juga diduga menerima 100 ribu dolar AS dari Suharjito melalui Safri dan Amiril.