Marak Kebakaran di TPS dan TPA, Ada yang Salah dari Sistem Pengelolaan Sampah
Pemadaman api di TPA Rawa Kucing/ Foto: IST

Bagikan:

JAKARTA - Komisi IV DPR mendesak Pemerintah mengubah model pengelolaan sampah agar lebih efisien sehingga penumpukan sampah dapat lebih terkendali. Apalagi maraknya kebakaran di Tempat Pembuangan Sampah (TPS) dan Tempat Pembuangan Akhir (TPA), terutama akibat cuaca panas ekstrem.

"Krisis kebakaran TPS di Indonesia sepanjang kemarau tahun ini adalah tanda bahwa model pengelolaan sampah yang berbasis kumpul, angkut dan buang tidak lagi dapat diterapkan," ucap anggota Komisi IV DPR, Daniel Johan, Senin 31 Oktober.

Terbaru, Tempat Pengelolaan Sampah Terpadu (TPST) Bantargebang di Bekasi, Jawa Barat terbakar pada Minggu (29/10). Kebakaran tersebut terjadi di Zona II Jambore yang memiliki luas sekitar 17,7 hektar. Pemicunya diduga akbibat cuaca panas membakar sampah yang mengandung gas metan.

Kebakaran TPA juga terjadi di Kabupaten Bandung Barat (KBB), di mana TPA Sarimukti mengalami kebakaran pada Sabtu (19/8) lalu. Diketahui penyebab awal kebakaran akibat puntung rokok yang dibuang sembarangan. Namun indikasi lain menyebutkan adanya akumulasi gas metana yang memperparah kejadian tersebut.

Sebelumnya kebakaran juga terjadi di TPA Suwung, Denpasar, Bali, selama hampir lebih dari 2 minggu. Kemudian TPA Madung, Tabanan, Bali pun sempat mengalami kebakaran meski saat ini aktivitas sudah berlangsung normal.

Diketahui, masyarakat di sekitar TPA Rawa Kucing, Tangerang, Banten, baru saja berangsur mulai kembali dari mengungsi usai insiden kebarakan di TPA tersebut. Beberapa waktu belakangan kebakaran TPA juga terjadi di Bandung Barat, Solo, dan Semarang.

Berkaca dari kejadian tersebut, Daniel menilai kebakaran di TPS dan TPA merupakan salah satu puncak gunung es dari pengabaian sistematis jangka panjang yang telah dilakukan oleh semua level pemerintahan.

"Kebanyakan TPA di Indonesia menggunakan sistem angkut buang tanpa proses pemilahan. Model open dumpling ini saya rasa sudah sangat tidak relevan mengingat banyak kejadian kebakaran karena tidak adanya proses pemilahan sampah," jelasnya.

"Ditambah, kita saat ini tengah menghadapi perubahan iklim yang membuat cuaca panas lebih dari tahun sebelumnya, apabila beberapa bahan kimia yang terakumulasi dari sampah menghasilkan gas metana yang mudah terbakar sehingga kebakaran bisa terjadi," tambah Daniel.

Lebih jauh, Komisi di DPR yang membindangi urusan lingkungan hidup dan pertanian itu mengingatkan tentang pengelolaan sampah secara desentralisasi yang aturannya tertuang dalam Undang-Undang No.18 Tahun 2008. Daniel mengatakan pengelolaan sampah secara desentralisasi dengan menerapkan prinsip mengurangi, mendaur ulang dan memanfaatkan kembali atau 3R (reduce, reuse, dan recycle) harus disosialisasikan ke masyarakat secara tepat.

"Prinsip 3R ini harus diterapkan di lingkup terkecil masyarakat, bukan dengan cara kumpul angkut buang seperti yang sekarang terjadi," tegasnya.

Daniel menyebut, salah satu langkah penting dalam memperbaiki pengelolaan sampah di Indonesia adalah mengedepankan pemilahan sampah di sumbernya, yaitu di rumah tangga. Pemerintah didorong untuk semakin menggalakkan program edukasi mengenai pemilahan sampah sebelum dibuang kepada masyarakat.

"Program pendidikan dan kesadaran masyarakat perlu ditingkatkan untuk memastikan bahwa sampah yang dihasilkan dibagi menjadi kategori yang tepat, seperti sampah organik, non-organik, dan berbahaya," ungkap Daniel.

Untuk mengatasi masalah pengelolaan sampah yang semakin buruk, Daniel pun mendorong Pemerintah untuk berinvestasi dalam fasilitas pengelolaan sampah terpadu yang mencakup daur ulang, kompos, dan pengolahan limbah berbahaya.

Menurut Daniel, model terpadu ini tidak hanya membantu mengurangi jumlah sampah yang berakhir di TPA, tetapi juga menciptakan peluang ekonomi melalui daur ulang dan pengolahan limbah yang bijak.

"Pengolahan sampah yang mengedepankan hasil bagi masyarakat, misalnya bisa menghasilkan pupuk organik yang sangat berguna bagi petani. Ini juga akan menjadi langkah dukungan dari Pemerintah, di saat petani-petani mulai teriak kesulitan pupuk," tukasnya.

Daniel menambahkan, pengolahan sampah menjadi pupuk organik juga akan memperluas dampak positif dalam berbagai aspek. Termasuk mendukung perbaikan lingkungan, pertanian, dan ekonomi.