Bagikan:

JAKARTA - Organisasi Kesehatan Dunia (The World Health Organization/WHO) kembali menaikkan status risiko dari penularan virus corona (COVID-19). Hal ini menyusul setelah virus itu tersebar hingga ke Sub-Sahara Afrika.

Dilansir Reuters, virus corona telah merajalela ke seluruh dunia selama sepekan terakhir dan muncul di setiap benua kecuali Antartika. Virus itu bahkan mendorong banyak pemerintah dan bisnis untuk mencoba menghentikan orang dari bepergian atau berkumpul di tempat-tempat ramai.

WHO mencatat, virus ini telah menewaskan lebih dari 2.800 orang dan menginfeksi lebih dari 84.000 di seluruh dunia. Jumlah ini sebagian besar berasal dari China, sejak kemunculannya di pasar hewan di pusat Kota Wuhan pada akhir Desember

Namun, tidak hanya di China, yang membuat kekhawatiran adalah bagaimana virus ini menyebar dengan cepat ke negara-negara lain yang tidak hanya di asia tapi hingga ke AS dan Eropa. Dalam 24 jam terakhir, telah menginfeksi ke sembilan negara baru, mulai dari Azerbaijan ke Meksiko hingga ke Selandia Baru.

"Kami sekarang telah meningkatkan status tentang risiko penyebaran dan risiko dampak COVID-19 hingga 'sangat tinggi' di tingkat global," ujar ketua WHO Tedros Adhanom Ghebreyesus kepada wartawan, Sabtu, 29 Februari.

Negara-negara di dunia pun telah mulai melakukan langkah antisipasi dalam mewaspadai virus corona ini. Misalnya Swiss yang telah membatalkan semua pertemuan lebih dari 1.000 orang, dan Arab Saudi melarang sementara untuk melakukan Umroh ke Mekah dan Madinah.

"Ini bukan saatnya untuk panik. Ini saatnya untuk bersiap - siap sepenuhnya," kata Sekretaris Jenderal PBB Antonio Guterres.

Langkah-langkah ini dilakukan oleh negara-negara karena jumlah yang terinfeksi dan kematian akibat virus ini semakin meningkat. Meski di China telah dilakukan karantina dan ada juga yang telah sembuh dari virus ini.

Namun, di negara lain masih banyak yang terjangkit seperti di Iran, Italia dan Korea Selatan. Dengan penambahan ini, sudah tercatat sekitar 58 negara yang sudah terjangkit virus ini.

"Kami melihat sejumlah negara berjuang dengan pencegahan," kata Michael Ryan, kepala program kedaruratan kesehatan WHO.