JAKARTA - Mahkamah Konstitusi (MK) menyatakan gugatan uji materi Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum (UU Pemilu) berkaitan usia calon presiden (capres) dan calon wakil presiden (cawapres) menjadi 21 dan 25 tahun tidak dapat diterima.
Gugatan yang dinyatakan tidak dapat diterima itu adalah Perkara Nomor 93/PUU-XXI/2023 dan 96/PUU-XXI/2023.
“Amar putusan, mengadili, menyatakan permohonan tidak dapat diterima,” kata Ketua MK Anwar Usman dalam Sidang Pengucapan Putusan/Ketetapan di Gedung MK RI, Jakarta, dilansir dari Antara, Senin, 23 Oktober.
Kedua permohonan tidak dapat diterima karena objek yang dimohonkan uji materinya adalah Pasal 169 huruf q UU Pemilu yang sejatinya tidak berbeda dengan objek permohonan dalam Perkara Nomor 90/PUU-XXI/2023.
Sementara itu, terhadap Perkara Nomor 90/PUU-XXI/2023 tersebut, MK telah mengabulkan sebagian permohonan itu yang menyebabkan norma Pasal 169 huruf q UU Pemilu telah memiliki pemaknaan baru.
Dengan demikian, mahkamah berkesimpulan Perkara Nomor 93/PUU-XXI/2023 dan 96/PUU-XXI/2023 telah kehilangan objek.
“Permohonan a quo kehilangan objek, kedudukan hukum pemohon dan pokok permohonan tidak dipertimbangkan,” kata Anwar membacakan konklusi.
Perkara Nomor 93/PUU-XXI/2023 diajukan oleh WNI bernama Guy Rangga Boro. Ia memohon Pasal 169 huruf q UU Pemilu dinyatakan bertentangan dengan UUD NRI 1945 dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat secara bersyarat sepanjang tidak dimaknai ”berusia paling rendah 21 tahun”.
Sementara itu, Perkara Nomor 96/PUU-XXI/2023 dimohonkan oleh Riko Andi Sinaga. Dia memohon mahkamah menyatakan Pasal 169 huruf q UU Pemilu bertentangan dengan UUD NRI 1945 dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat sepanjang tidak dimaknai ”berusia paling rendah 25 tahun”.
Sebelumnya, MK mengabulkan sebagian permohonan Perkara Nomor 90/PUU-XXI/2023 yang diajukan oleh WNI bernama Almas Tsaqibbirru Re A yang berasal dari Surakarta, Jawa Tengah.
Dengan putusan tersebut, Pasal 169 huruf (q) UU Pemilu selengkapnya berbunyi “Berusia paling rendah 40 (empat puluh) tahun atau pernah/sedang menduduki jabatan yang dipilih melalui pemilihan umum termasuk pemilihan kepala daerah”.
BACA JUGA:
Atas putusan Perkara Nomor 90/PUU-XXI/2023, terdapat alasan berbeda (concurring opinion) dari dua orang hakim konstitusi, yaitu Enny Nurbaningsih dan Daniel Yusmic P. Foekh, serta pendapat berbeda (dissenting opinion) dari empat hakim konstitusi, yakni Wahiduddin Adams, Saldi Isra, Arief Hidayat, dan Suhartoyo.