JAKARTA - Mahkamah Konstitusi (MK) akan menggelar sidang putusan terkait batas usia capres-cawapres pada hari ini. Anggota Komisi II DPR dari Fraksi Gerindra, Supriyanto memprediksi bakal ada tiga alternatif putusan MK jika melihat pada materi gugatan judicial review.
"Pertama, MK menerima sebagian. Artinya batas usia minimal capres-cawapres tetap 40 tahun, namun dikecualikan bagi orang yang sudah berpengalaman menjadi kepala daerah baik itu gubernur, wakil gubernur, bupati, wakil bupati, walikota, dan wakil wali kota," ujar Supriyanto kepada wartawan, Senin, 15 Oktober.
Kedua, MK mengabulkan gugatan untuk mengembalikan batas syarat usia minimal capres-cawapres menjadi 35 tahun. Ketiga, MK menolak secara keseluruhan. Artinya, batas usia minimal capres-cawapres tetap 40 tahun.
"Jika akhirnya MK mengambil alternatif pertama dalam putusannya, menurut pendapat saya, masih sangat proporsional dan adil, di samping untuk menjaga kesinambungan sistem rekrutmen kepemimpinan mulai dari tingkat kabupaten/kota, provinsi, sampai kepemimpinan di tingkat pusat," jelasnya.
Anggota komisi bidang kepemiluan itu menuturkan, ada dua problem utama di Indonesia terkait pemilu. Pertama, sering terjadinya perubahan regulasi, baik pileg, pilpres atau pilkada. Salah satunya adalah soal syarat minimal usia capres-cawapres.
Kedua, sering tejadi conflict of interest dari para pembentuk UU yaitu pemerintah dan DPR. Sebab, kata Supriyanto, di antara mereka banyak yang menjadi kontestan pemilu.
"Pemilu presiden dan wakil presiden yang dipilih secara langsung oleh masyarakat pertama kali dilaksanakan pada tahun 2004, dengan syarat usia minimal capres-cawapres adalah 40 tahun. Kemudian pilpres langsung kedua tahun 2009, dipersyaratkan usia minimal capres-cawapres diturunkan dari 40 tahun menjadi 35 tahun, sebagaimana diatur dalam UU nomor 42 tahun 2008, tentang Pemilihan Umum Presiden dan Wakil Presiden. Lalu, penyelanggaraan Pilpres langsung ketiga pada tahun 2014 masih dengan syarat usia minimal capres-cawapres adalah 35 tahun," bebernya.
Ketua DPC Gerindra Ponorogo itu, menyebut Pemerintah dan DPR merancang pemilu serentak untuk menggabungkan pemilu eksekutif yakni Pilpres digabung dengan pemilu legislatif. Adapun tujuan pemilu serentak ini dalam rangka penyederhanaan dan efisiensi anggaran pemilu. Pilpres, pileg diserentakan dengan dasar regulasi UU Nomor 7 Tahun 2017 Tentang Pemilu.
"Undang undang pemilu ini pertama kali digunakan pada pemilu tahun 2019. Dalam regulasi yang baru ini syarat usia minimum capres-cawapres dirubah dan dinaikkan dari 35 tahun menjadi 40 tahun. Untuk syarat usia minimum calon anggota DPD, DPR, DPRD provinsi, DPRD kabupaten/kota dalam UU ini adalah 21 tahun alias tidak ada perubahan," jelasnya.
"Jika dikaji secara seksama maka pembentuk UU yaitu pemerintah dan DPR menggunakan standar ganda dalam menentukan syarat usia minimal calon.
Dalam hal batas usia capres-cawapres dinaikan dari 35 tahun menjadi 40 tahun, sementara batas usia minimal calon DPD , caleg DPR, dan DPRD provinsi, kabupaten/kota tidak dirubah alias tetap 21 tahun," tambah Supriyanto.
Legislator Jawa Timur itu menyimpulkan, ada beberapa hal dari berbagai regulasi yang ada terkait pemilu dan pilkada setelah dikaji secara mendalam. Khusus calon bupati, wakil bupati, wali kota, wakil wali kota terjadi perubahan yang awalnya batas usia minimal 30 tahun, diturunkan menjadi 25 tahun.
Menurutnya, pembentuk UU yaitu pemerintah dan DPR tidak konsisten dalam menentukan syarat batas minimal
usia calon yang akan mengikuti pemilu. Meskipun pembentuk UU punya hak Open legal policy dalam menentukan pasal pasal dalam undang undang.
"Pembentuk UU seharusnya punya visi kebijakkan regulasi yang terukur, integral, konsisten, komprehensif, tidak kontradiktif, berkeadilan, karena undang undang akan digunakan untuk seluruh warga bangsa. Seharusnya UU pemilu mengacu kepada landasan yuridis dan filosofis yang diatur dalam konstitusi yaitu UUD 1945, Pasal 27 ayat 1 UUD 1945 dan Pasal 28 D ayat 3 UUD 1945," demikian Supriyanto. .