JAKARTA - Kota Tangerang Selatan sedang menjadi sorotan usai lembaga data kualitas udara, IQAir, menyebut kota tersebut memiliki rata-rata Particulate Matter (PM)2.5 sebesar 81,3 mikrogram/m3. Artinya, udara di sana dianggap berbahaya bagi kesehatan.
PM 2,5 dianggap berbahaya ketika sudah melebihi batas di angka 65 mikrogram/m3. Sebab, partikulate matter yang berukuran kecil atau sekitar 2,5 mikro, bisa masuk ke dalam paru-paru. Selain itu, paparannya juga menyebakan masalah pada mata, hidung, tenggorokan, iritasi paru, batuk, pilek, hingga mengganggu fungsi paru, memperburuk penyakit asma dan jantung.
Suku Dinas Lingkungan Hidup Tangerang Selatan membantah data IQAir tersebut. Sebab, berdasarkan hasil penelitan berkala setiap tiga bulan belakangan, tingkat kulitas udara di kotanya masih normal atau di bawah ambang batas.
Kepala Seksi Pemantauan Kualitas Lingkungan Sudin LDH Tangerang Selatan Laily Khoirilla mengatakan, pihaknya yang menggandeng PT Laboratorium Lingkungan Hidup (Kehatilab) sudah meneliti tiga wilayah, yakni, jalan Siliwangi, Pamulang, dan Kebayoran Village, Bintaro, serta jalan Letnan Soetopo, Serpong. Penelitian ini dilakukan pada tahun lalu.
BACA JUGA:
Hasilnya, ketiga wilayah tersebut tak ada indikasi kualitas udara yang berbahaya. Dengan rincian, jalan Letnan Soetopo menunjukkan kadar kualitas udara PM2,5 di angka 11, jalan Siliwangi menunjukan angka 12. Sedangkan, kawasan Bintaro hanya mencapai angka 10.
"Untuk PM2,5 batas maksimal 65 mikrogram/m3 yang mengacu ke Peraturan Pemerintah Republik Indonesia nomor 41 tahun 1999 tentang pengendalian pencemaran udara," ucap Laily kepada VOI, Kamis 27 Februari.
Laily menambakan, pihaknya melakukan sejumlah upaya untuk memperbaiki kualitas udara di Tangerang Selatan. Di antaranya dengan penanaman pohon dan menjaga Ruang Terbuka Hijau (RTH).
"Pengawasan terhadap penghasil emisi sumber tidak bergerak, edukasi terhadap masyarakat, dan pembatasan jam operasional truk," kata Laily.
Selain itu, beberapa upaya lainnya juga sudah dilakukan oleh instansi terkait dengan mengawasi dan memeriksa emisi gas pada kendaraan yang menjadi penyabab menurunnya kulitas udara.
"Salah satu caranya dengan kegiatan pengujian emisi kendaraan bermotor sekaligus edukasi ke pengendara bermotor," kata Laily sembari menambahkan soal pengawasan terhadap parbrik-pabrik.