Bagikan:

JAKARTA - Kepala Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) Dwikorita Karnawati menyebut terdapat banyak informasi cuaca berbasis aplikasi di gawai pintar (smartphone) yang prakiraannya sering meleset karena datanya tidak bersumber dari BMKG.

"Tidak sedikit masyarakat yang menganggap data dan informasi yang diberikan berasal dari BMKG karena menampilkan informasi seputar cuaca di Indonesia, padahal setelah ditelusuri data dan informasi tersebut bersumber dari institusi di luar Indonesia, sehingga kadang kurang akurat," ujar Dwikorita dilansir ANTARA, Rabu, 18 Oktober.

Dia menekankan prakiraan cuaca di wilayah Indonesia dikeluarkan secara resmi oleh BMKG dan dapat menjadi patokan untuk masyarakat beraktivitas.

BMKG, kata dia, merupakan satu-satunya institusi resmi Indonesia yang berwenang untuk memberikan prakiraan cuaca bagi publik di Indonesia, sesuai dengan Undang-undang No. 31 tahun 2009, tentang Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika.

Dwikorita menyampaikan data BMKG merepresentasikan kondisi di Indonesia yang diambil dari ratusan stasiun observasi atau ribuan peralatan observasi yang tersebar di seluruh wilayah Indonesia.

"Sistem processing dan pemodelan yang digunakan pun telah di-set up sesuai dengan keunikan kondisi dan dinamika cuaca di Indonesia, sehingga hasilnya bisa jauh lebih tepat dan akurat," katanya.

Deputi Meteorologi BMKG, Guswanto, menambahkan rendahnya tingkat akurasi prakiraan cuaca pada aplikasi non pemerintah karena prakiraannya dibuat dengan data global yang diolah dengan pemodelan matematis dan kemudian di-downscale khusus untuk wilayah Indonesia.

Data global tersebut, kata dia, merupakan data cuaca yang berasal dari negara-negara di seluruh dunia yang menjadi anggota Organisasi Meteorologi Dunia (World Meteorological Organisasi/WMO), termasuk BMKG yang selalu mengirimkan data ke WMO secara otomatis melalui jaringan komunikasi satelit, untuk dihimpun menjadi data global.

"Namun, perlu dipahami bahwa data dan informasi yang dikirimkan oleh BMKG hanya terbatas data dari 59 stasiun pengamatan di Indonesia yang mayoritas berasal dari Pulau Jawa dan Sumatra," paparnya.

Terbatasnya data tersebut, kata dia, tentu saja tidak mampu merepresentasikan kondisi cuaca dan iklim di seluruh wilayah Indonesia.

Kepala Pusat Meteorologi Publik BMKG, Andri Ramdhani mengatakan BMKG memiliki ribuan titik observasi yang diperlukan untuk asimilasi dan validasi model Prakiraan Cuaca di seluruh wilayah Indonesia.

Data tersebut kemudian diolah oleh para pemantau (observer) dan Prakirawan (forcaster) sebelum akhirnya disebarluaskan secara resmi oleh BMKG melalui berbagai kanal komunikasi yang dimiliki, salah satunya melalui aplikasi smartphone bernama infoBMKG.

Andri mengatakan metode pemodelan untuk prakiraan cuaca yang dilakukan BMKG adalah dengan mengintegrasikan data dari ratusan titik-titik observasi, ke dalam pemodelan matematis.

"Meski metode tersebut hampir sama dengan metode yang diterapkan oleh institusi lainnya, namun dari segi data BMKG memiliki data lebih lengkap untuk mengasimilasi atau memvalidasi model prakiraan cuaca," paparnya.

Seperti diketahui, di Google Play maupun App Store terdapat banyak aplikasi prakiraan cuaca yang tersedia, selain aplikasi resmi dari pemerintah Indonesia "Info BMKG".