JAKARTA - Jauh sebelum fenomena alam hujan ekstrem terjadi pada penghujung tahun 2019 hingga awal tahun 2020, Badan Meteorologi, Klimatologi dan Geofisika (BMKG) telah memberikan prakiraan dini potensi itu. Akibat hujan ekstrem ini, Jakarta dan sekitarnya terendam banjir.
Kepala BMKG Dwikorita Karnawati mengatakan, Indonesia memang perlu beradaptasi menyesuaikan mitigasi. Fenomena alam yang terjadi beberapa hari belakangan ini menjadi pelajaran penting akan perlunya peringatan dini.
Dwikorita menjelaskan, pihaknya sudah menyebarkan informasi peringatan dini, yang sudah disampaikan seminggu sebelum terjadinya fenomena hujan ekstrem tersebut, yakni mulai dari tanggal 23 Desember, kemudian tanggal 27 dan 28. Bahkan, kata dia, sehari sebelum turunnya hujan.
Ternyata, kata Dwi, peringatan dini yang disampaikan BMKG dianggap dampaknya kurang dahsyat. Sehingga, masyarakat abai terhadap informasi tersebut. Namun, faktanya masyakat justru belum paham perbedaan prakiraan dengan perkiraan.
"Kami mencoba mendengar ke publik, di publik masih mengira peringatan dini adalah perkiraan, bukan prakiraaan. Ini yang dipahami, padahal peringatan dini dari BMKG adalah prakiraan berdasarkan data," ujarnya, di Kantor BPPT, Jalan M.H Thamrin, Jakarta Pusat, Jumat 3 Desember.
Dwi menjelaskan, data yang didapat BMKG adalah data yang bersumber dari satelit yang telah dilakukan verifikasi dengan data lokal. Verifikasi itu didukung dengan radar-radar yang tersebar di wilayah-wilayah Indonesia.
Data tersebut, kata Dwi, dihitung dengan matematis dan modeling. Tak hanya itu, data kemudian harus diverifikasi dengan data lokal. Menurut dia, ini yang menjadi pembeda data Indonesia dengan data internasional.
"Sehingga mohon dengan sangat percayalah prakiraan, memang bisa salah. Perhitungan itu bukan Tuhan, jadi pasti ada akurasi yang terbatas. Akurasi kami 80-85 persen, jadi kalau ada yang meleset sekitar 15-10 persen itu keterbatasnya. Namun mohon sekali lagi, prakiraan itu bukan perkiraan," jelasnya.
Prakiraan Hujan Ekstrem Masih Akan Terjadi
Dwikorita mengatakan, pihaknya juga telah memprakirakan terjadinya hujan ekstrem di beberapa wilayah di Indonesia selama dua pekan. Prakiraan hujan estream tersebut berkaitan dengan masuknya aliran udara basah dari Timur Afrika masik ke Sumatera Barat bagian Barat, Sumatera Selatan, Lampung, dan Jawa, termasuk Jabodetabek.
Wilayah yang dilewati oleh aliran udara basah akan berdampak pada meningkatnya intensitas hujan deras menjadi ekstrim pada wilayah tersebut. Sehingga, kata dia, hujan dengan intensitas ekstrim akan kembali terjadi.
"Mohon diperhatikan prakiraannya, tanggal tersebut 5 sampai 10 Januari intensitas hujan meningkat lagi," katanya.
Pada tanggal 11 hingga 15 Januari diprakirakan aliran udara basah tersebut akan bergerak masuk ke wilayah Kalimantan Barat, Kalimantan Timur, Kalimantan Selatan, Sulawesi Selatan, hingga Sulawesi Tenggara.
Dwikorita menuturkan intensitas hujan tersebut akan meningkat pada malam hingga dini hari. Sementara, saat pagi hingga siang intensitas hujan cenderung normal.
"Kalau pagi sampai siang kita masih bisa tarik napas, beristirahat, kalau menjelang gelap intensitanya meningkat," jelasnya.
Di samping itu, Dwikorita berharap prakiraan hujan lebat di beberapa wilayah tersebut dapat dijadikan dasar bagi tim operasi Teknologi Modifikasi Cuaca (TMC).
"Semoga TMC sangat membantu, setelah ada prakiraan TMC berhasil, prakiraan kami salah," tutupnya.