JAKARTA - Di tengah pandemi COVID-19, PT. Bank Central Asia Tbk (BCA) mencatatkan penurunan laba bersih sebelum pajak sebesar 5 persen (year on year/yoy) menjadi Rp. 27,1 triliun pada sepanjang 2020. Capaian tersebut lebih rendah dibandingkan dengan cuan pada 2019 dengan Rp. 28,6 triliun.
Raihan laba ditopang oleh peningkatan likuiditas, biaya dana yang lebih rendah, dan perlambatan belanja operasional.
Presiden Direktur BCA Jahja Setiaatmadja mengatakan bahwa tergerusnya laba sebagai akibat dari strategi perseroan yang menjaga kualitas kredit tetap dalam kondisi yang aman.
“Disebabkan biaya pencadangan yang lebih tinggi untuk mengantisipasi potensi penurunan kualitas aset,” ujarnya Senin, 8 Februari.
Selain itu, Jahja mengungkapkan pula jika dampak pandemi berpengaruh besar terhadap bisnis perusahaan, khususnya dalam hal fungsi intermediasi.
Dalam pemaparannya, per akhir Desember 2020 total kredit BCA turun 2,1 persen menjadi Rp. 575,6 triliun. Adapun, secara konsolidasi total kredit tercatat sebesar Rp. 588,7 triliun atau melemah 2,5 persen.
Secara terperinci, kredit korporasi meningkat hingga 7,7 persen menjadi Rp. 255,1 triliun, kredit komersial dan UKM menurun 7,9 persen menjadi Rp. 186,8 triliun, dan kredit konsumer yang terkontraksi paling besar 10,8 persen menjadi Rp. 141,2 triliun.
“Penurunan outstanding pada segmen konsumer tersebut disebabkan oleh tingkat pelunasan (repayment) yang lebih tinggi dibandingkan pemberian fasilitas kredit baru,” tuturnya.
Lalu, bank dengan kode emiten BBCA ini juga melaporkan telah membukukan restrukturisasi kredit sebesar Rp. 104,2 triliun atau sekitar 18 persen dari total kredit yang berasal dari sekitar 100 ribu nasabah.
Selanjutnya dari sisi pendanaan, BCA berhasil mencatatkan kinerja dana pihak ketiga yang sehat, di mana current account and savings account (CASA) tumbuh 21,0 persen atau setara Rp. 643,9 triliun. Secara total, dana pihak ketiga naik 19,3 persen menjadi Rp. 840,8 triliun untuk sepanjang 2020.
BACA JUGA:
Banjirnya likuiditas tersebut membawa dampak terhadap penghimpunan aset. Disebutkan bahwa aset BCA mampu menembus seribu triliun rupiah untuk pertama kalinya, yakni mencapai Rp. 1.075,6 triliun atau naik 17,0 persen yoy.
Kemudian dari beberapa aspek rasio keuangan, rasio kecukupan modal (capital adequacy ratio/CAR) tercatat sebesar 25,8 persen, loan to deposit ratio (LDR) 65,8 persen, dan rasio kredit bermasalah (non-performing loan/NPL) 1,8 persen.
Terkhusus NPL, rasio pada tahun lalu lebih tinggi dibandingkan dengan 2019 sebagai akibat upaya relaksasi kredit melalui restrukturisasi.
Sebagai tambahan, rasio pengembalian terhadap aset (return on asset/ROA) tercatat sebesar 3,3 persen, dan rasio pengembalian terhadap ekuitas (return on equity/ROE) sebesar 16,5 persen pada sepanjang.
“Segala tantangan di 2020 telah membuktikan pentingnya fokus dan strategi perbankan untuk mengembangkan platform digital,” tutup Jahja.