JAKARTA - Majelis hakim menvonis terdakwa Jaksa Pinangki Sirna Malasari dengan hukuman pidana penjara selama 10 tahun. Selain itu, Pinangki juga didenda Rp600 juta subsider 6 bulan penjara.
"Menjatuhkan terdakwa Pinangki Sirna Malasari dengan pidana penjara selama 10 tahun," ujar hakim ketua Ignasius Eko Purwanto dalam persidangan di Pengadilan Tipikor, Jakarta, Senin, 8 Februari.
"Dan denda Rp600 juta dengan ketentuan apabila tidak dibayarkan diganti dengan penahanan selama 6 bulan," sambung dia.
Pinangki terbukti melakukan tindak pidana yang memenuhi dalam Pasal 11 UU Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, Pasal 3 UU Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang, dan Pasal 15 jo Pasal 13 UU Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
Dalam memutuskan vonis itu, majelis hakim mempertimbangkan beberapa hal. Hal memberatkan yakni pekerjaan Pinangki sebagai jaksa.
Pinangki dinilai tidak mendukung usaha pemerintah dalam memberantas korupsi. Bahkan, dia juga dinilai berbelit-belit dalam memberikan keterangan di persidangan, tidak mengakui kesalahannya, dan menikmati hasil kejahatan.
"Hal-hal yang meringankan, terdakwa bersikap sopan dalam persidangan, terdakwa merupakan tulang punggung keluarga, terdakwa memiliki anak kecil berusia empat tahun, terdakwa belum pernah dihukum," kata Eko.
Sementara, Pinangki yang mengenakan pakaian serba hitam itu tak menunjukkan gelagat apa pun. Bahkan, tak sekalipun dia memalingkan pandangannya ke arah lain selama proses persidangan. Matanya selalu tertuju ke arah depan, tepat di mana majelis hakim berada.
Vonis ini lebih berat dari tunturan jaksa penuntut umum (JPU). Sebab, pada persidangan sebelumnya, Pinangki dituntut dengan pidana penjara selama 4 tahun penjara dan denda Rp500 juta subsider 6 bulan.
Selama persidangan terungkap sejumlah fakta. Misalnya, jaksa Pinangki Sirna Malasari yang diperkenalkan oleh Rahmat sebagai orang yang dekat dengan petinggi Kejaksaan. Sehingga dianggap dapat membantu menyelesaikan permasalahan Joko Tjandra.
Kemudian, Pinangki sempat memberitahukan informasi soal keberadan Joko Tjandra kepada pihak Kejaksaan Agung. Informasi itu disampaikanya kepada Aryo yang meruapakan Kasi Direktorat Upaya Hukum Eksekusi dan Eksaminasi (Uheksi) pada November 2019.
BACA JUGA:
Pinangki mengklaim semua informasi yang diketahuinya tentang Joko Tjandra sudah disampaikan. Termasuk beberapa bukti pendukung soal keberadaan buronan kasus hak tagih Bank Bali tersebut.
Selain itu, Pinangki juga menyebut penyampaian informasi soal Joko Tjandra memang sudah direncanakan dirinya dari awal. Dalam proses hukum, upaya eksekusi seseorang harus melalui Direktorat Uheksi.
Terlepas dari beberapa fakta tersebut, selama proses persidangan, Pinangki juga kerap membantah keterlibatannya dalam perkara itu. Misalnya, soal action plan yang bukan merupakan buatannya. Pinangki menyebut menerima dokumen action plan terkait Joko Tjandra dari Andi Irfan Jaya. Dokumen action plan itu dikirim melalui aplikasi pesan singkat WhatsApp sekitar Februari 2020.
Setelah menerima action plan itu, Pinangki langsung mengirimkannya ke Anita Kolopaking yang pernah jadi pengacara Joko Tjandra. Pinangki mengaku baru mengetahui dokumen itu berisi action plan setelah dijelaskan Anita.