Bagikan:

JAKARTA - Satgas Anti Mafia Bola Polri jilid 3 menangkap dua buronan pengaturan skor (match fixing) Persikasi Bekasi melawan Perses Sumedang. Sebenarnya, ini adalah tugas yang tidak tuntas oleh satgas periode sebelumnya.

Kasatgas Anti Mafia Bola Brigjen Hendro Pandowo mengatakan, dengan tertangkapnya dua buronan ini, HN dan KH, total ada delapan tersangka yang diusut. Enam di antaranya sudah masuk proses sidang.

"Tersangka HN Asprop PSSI Jabar kita tangkap dan KH salah satu pegawai negeri di Kabupaten Bekasi kita amankan. Sehingga tunggakan perkara di jilid 2 sudah tuntas," ucap Hendro di Jakarta, Rabu, 26 Februari.

Kedua tersangka yang baru ditangkap ini, bisa dibilang dalang atau otak kejahatan. Mereka yang mengatur dan menyediakan uang untuk memenangkan Persikasi Bekasi dalam pertandingan. Sehingga, klub sepak bola itu akan naik dari liga 3 ke liga 2.

Dalam pengaturan skor, mereka mendapat upah Rp2-Rp4 juta per pertandingan. Untuk tersangka KH, dia masih diperiksa lebih jauh karena terindikasi terlibat pengaturan skor di pertandingan lainnya.

Kabid Humas Polda Metro Jaya Kombes Yusri Yunus menambahkan, KH berperan sebagai perantara atau yang memberikan uang ke oknum di EXCO (komite eksekutif) PSSI.

"Hasil pendalaman dia terima sekitar Rp60 juta itu perannya masing-masing," kata Yusri.

Satgas Anti Mafia Bola jilid 3 ini mulai bekerja sejak Februari. Mereka akan bekerja selama 6 bulan. Anggotanya tetap sama sejak jilid 1, yang dipimpin Hendro Pandowo.

Konferensi pers pengungkapan kasus yang diselesaikan Satgas Anti Mafia Bola (Rizky Adytia/VOI)

Pengamat sepak bola Eko Maung menilai, Satgas Anti Mafia Bola kurang efektif kerjanya. Sebab, kasus yang diungkap terbilang sedikit, hanya satu atau dua kasus setiap periodenya.

"Kalau pihak kepolisian menanggap pengaturan skor masalah serius, seharusnya itu langsung dipermanenkan saja dibentuk badan khusus yang mengurusi masalah sport crime," ucap Eko.

Eko juga menilai, dari sisi sumber daya manusia (SDM), satgas ini kurang memiliki kemampuan dalam melihat indikasi terjadinya pengaturan skor. Sehingga, menurutnya, banyak aksi-aksi pengaturan skor yang tak terdetektsi oleh satgas.

Dia berharap, sumber daya manusia yang ada dalam satgas ini, harus dilatih dengan serius. Bila perlu melibatkan interpol untuk mengungkap sebuah kasus. Sebab, menurutnya, di luar negeri, penangan tindak pindana serupa sudah ditangani dengan orang-orang yang memang memiliki keahlian.

"Jadi SDM-nya dilatih khusus untuk mendeteksi indikasi-indikasi. Karena masalah pengaturan skor ini tidak pidana tapi expert-nya beda dan butuh melibatkan orang-orang yang terampil. Karena susah dideteksi, jaringannya apa, aparatnya juga harus dilatih khusus dan melibatkan interpol yang melatihnya," papar Eko.

Ilustrasi (Pixabay)

Kasatgas Anti Mafia Bola Brigjen Hendro Pandowo sempat menyebut, minimnya pengungkapan pengaturan skor bukan karena anggotanya tak siap. Tapi, karena pelakunya takut dengan kehadiran satgas yang tak tampak.

Dia mengklaim, kasus pengaturan skor menurun setelah keberadaan satgas ini tahun lalu. Tapi, lanjutnya, bukan berarti pengawasan dalam pertandingan menjadi turun, justru akan semakin diperkuat agar mengungkap semua yang berkaitan dengan pelanggaran pidana dalam sebuah pertandingan sepak bola.

"Artinya di jilid 2 jilid 3 sudah semakin sedikit ditemukan adanya match fixing. Kalau ada, saya sampaikam kita tidak segan-segan lakukan tindakan hukum. Artinya sudah tidak ditemukan match fixing, dan mereka bertanding sesuai dengan sportivitas, menjunjung tinggi sportivitas," kata Hendro.