JAKARTA - Kejaksaan Agung (Kejagung) mendalami dugaan adanya aliran dana kasus dugaan korupsi base transceiver station (BTS) 4G senilai Rp70 miliar ke Komisi I DPR.
Aliran uang ke Komisi I DPR senilai Rp70 miliar itu diungkapkan oleh saksi Windi selaku Direktur PT Multimedia Berdikari Sejahtera yang dihadirkan dalam persidangan pada 26 September.
“Saat ini penyidik masih terus mendalami dan mencari alat bukti,” ujar Direktur Penyidikan Jaksa Agung Muda Bidang Tindak Pidana Khusus (Jampidsus) Kejagung, Kuntadi, Jumat, 29 September.
Pencarian alat bukti tambahan karena dalam Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) dibutuhkan minimal dua alat bukti untuk memulai proses penyelidikan dan peyidikan.
Sementara keterangan Windi hanya bernilai satu alat bukti. Sehingga, dibutuhkan bukti lainnya.
"Mau dua orang atau 10 orang saksi itu baru bernilai satu alat bukti, masih diperlukan setidaknya satu alat bukti lain entah itu alat bukti surat, alat bukti ahli dan lain-lain," ungkapnya.
Terlebih, keterangan Windi bukan fakta baru. Sebab, ia sudah menyampaikannya ketika pemeriksaan.
“Pada dasarnya apa yang diterangkan di persidangan bukanlah fakta baru atau sudah diterangkan saksi di BAP penyidikan,” kata Kuntadi.
Diberitakan sebelumnya, saksi Windi Purnama mengungkap adanya aliran dana terkait proyek penyediaan infrastruktur Base Tranceiver Station (BTS) ke Komisi I DPR senilai Rp70 miliar. Penyerahan uang disebut melalui Nistra Yohan sebanyak dua kali.
Fakta persidangan mengenai aliran dana ke Komisi I DPR itu bermula saat Hakim Sukartono mencecar Windi perihal penyerahan uang.
"Pak Windi, tadi sempat ketemu sama Nistra?" tanya Hakim Sukartono dalam persidangan di Pengadilan Tipikor pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, Selasa, 26 September.
"Sempat Yang Mulia," jawab Windi.
"Itu ditanya nggak, nanya siapa Nistra utusan siapa?" timpal Hakim Sukartono yang langsung dijawab 'Tidak' oleh Windi.
BACA JUGA:
Mendengar keterangan itu, Hakim Sukartono kemudian mempertanyakan dan mendalami keterangan Windi sosok Nistra yang disebagai utusan dari Komisi 1.
Lantas, Windi berdalih bila hanya kode K1 yang diketahuinya. Itupun setelah diinformasikan oleh Anang Achmad Latif.
"Saya tahu K1 itu dari Pak Anang dan saya juga tanya ke Pak Irwan, siapa K1 itu. Saya mengerti dari beliau, K1 itu adalah komisi 1," sebutnya.
"Rp70 miliar?" tanya Hakim Sukartono memastikan.
"Betul Yang Mulia," jawab Windi.
Kemudian, Windi menjelaskan proses penyerahan uang. Dirinya dua kali bertemu Nistra Yohan di tempat dan waktu yang berbeda. Hanya saja, tak disampaikan nominal pada setiap pemberiannya.
"Yang pertama di rumah di Gandul, yang kedua diserahkan di hotel di Sentul, di Hotel Aston kalau ngga salah," sebutnya.
"Memang betul dia yang terima?" tanya Hakim Sukartono memastikan.
"Betul," kata Windi.
"Dia cerita ngga buat siapa?" cecar Hakim Sukartono.
"Tidak ada Yang Mulia," jawab Windi.