Bagikan:

JAKARTA - Filipina mengumumkan pihaknya menggelar 'operasi khusus' untuk menghilangkan penghalang terapung yang dipasang oleh Tiongkok di tempat penangkapan ikan utama di Laut China Selatan, sebuah tindakan yang dapat memicu ketegangan di perairan yang paling disengketakan.

Filipina pada Hari Minggu membagikan gambar penjaga pantai China mengawasi barikade panghalang berbentuk bola di dekat Scarborough Shoal, sebuah wilayah berbatu 200 km (124 mil) dari Filipina, tempat konflik kedaulatan dan hak menangkap ikan selama bertahun-tahun.

Beberapa jam setelah penasihat keamanan nasional berjanji untuk mengambil tindakan, penjaga pantai Filipina mengatakan mereka telah melepaskan pembatas terapung atas perintah Presiden Ferdinand Marcos Jr.

"Pembatas ini menimbulkan bahaya bagi navigasi, dan jelas merupakan pelanggaran terhadap hukum internasional. Hal ini juga menghambat aktivitas penangkapan ikan dan mata pencaharian para nelayan Filipina," kata Penasihat Keamanan Nasional Filipina Eduardo Año, seraya menggambarkan lokasi tersebut sebagai "bagian integral dari wilayah nasional Filipina," melansir Reuters 25 September.

Sedangkan Kementerian Luar Negeri Filipina mengatakan penghalang tersebut merupakan pelanggaran hukum internasional, dengan Manila akan "mengambil semua tindakan yang tepat untuk melindungi kedaulatan negara dan penghidupan para nelayan".

Terpisah, Beijing pada Hari Senin mengatakan perairan dangkal yang disebut Pulau Huangyan adalah "wilayah melekat Tiongkok", yang memiliki kedaulatan yang tidak dapat disangkal.

"Penjaga pantai Tiongkok telah mengambil tindakan yang diperlukan sesuai dengan hukum untuk mencegat dan mengusir kapal-kapal Filipina, dan operasi terkait harus dibatasi secara profesional," kata juru bicara Kementerian Luar Negeri Wang Wenbin.

Diketahui, Scarborough Shoal yang strategis, dinamai berdasarkan nama kapal kargo Inggris yang kandas di atol tersebut pada abad ke-18, direbut pada tahun 2012 oleh Tiongkok, yang sejak saat itu terus mempertahankan kehadiran penjaga pantai dan kapal pukat ikan di sana.

Di bawah kepemimpinan mantan Presiden Filipina Rodrigo Duterte yang pro-Tiongkok, para nelayan Tiongkok dan Filipina sejak tahun 2017 menikmati hidup berdampingan secara damai di perairan dangkal tersebut, yang terkenal dengan laguna biru kehijauan yang menakjubkan, berfungsi sebagai tempat perlindungan bagi perahu nelayan saat terjadi badai.

Penguasaan atas perairan dangkal tersebut merupakan masalah sensitif bagi Tiongkok, karena hal ini merupakan bagian dari kasus hukum yang diajukan oleh Filipina di Pengadilan Arbitrase Permanen di Den Haag, Belanda yang pada tahun 2016 memutuskan klaim Beijing atas 90 persen Laut China Selatan tidak memiliki dasar berdasarkan hukum internasional.

Tiongkok menolak mengakui keputusan penting tersebut.

Meskipun pengadilan tidak memutuskan kedaulatan atas perairan dangkal tersebut, yang terletak di zona ekonomi eksklusif Filipina sepanjang 200 mil, pengadilan mengatakan bahwa wilayah tersebut merupakan lokasi penangkapan ikan tradisional bagi beberapa negara, sementara barikade Negeri Tirai Bambu melanggar hukum.