Kelangkaan Pupuk Subsidi, Moeldoko Minta Percepatan Bantuan Langsung Petani
Kepala Staf Kepresidenan Moeldoko (Istimewa)

Bagikan:

JAKARTA - Ketersediaan pupuk, terutama pupuk subsidi menjadi isu yang selalu muncul saat Moeldoko berkeliling menemui petani di daerah. Kepala Staf Kepresidenan ini pun mengumpulkan kementerian/lembaga untuk mempercepat implementasi reformasi kebijakan pupuk bersubsidi menjadi Bantuan Langsung Petani (BLP).

Seperti diketahui, Presiden Joko Widodo mengamanatkan perubahan skema subsidi pupuk menjadi Bantuan Langsung Petani (BLP). Bantuan tersebut nantinya akan ditransfer langsung ke petani melalui rekening perbankan atau dompet digital milik petani.

Pada rapat koordinasi yang dihadiri perwakilan dari Sekretariat Kabinet, TNP2K, Kemenko Perekonomian, Kementerian Pertanian, Bappenas, Kementerian Keuangan, Kementerian BUMN, BPS, dan Pupuk Indonesia.

Moeldoko menegaskan percepatan penyaluran BLP harus dibareng dengan verifikasi dan sinkronisasi data penerima manfaat subsidi pupuk, agar benar-benar tepat sasaran.

“Selama ini tidak jelas subsidi diberikan kepada pemilik atau penggarap,” katanya, saat memimpin rapat koordnasi, di gedung Bina Graha Jakarta, Kamis 21 September.

Moeldoko mengatakan akurasi data dibutuhkan sebagai basis penetapan kriteria kelompok sasaran atau penerima manfaat. Saat ini disepakati, bahwa BLP ditujukan bagi petani kecil. Namun belum ada kejelasan tentang definisi petani kecil tersebut.

“Apakah petani penggarap, buruh, atau petani penggarap sekaligus pemilik lahan,” ujarnya.

Masih menurut dia, sinkronisasi dan verifikasi data juga menjadi dasar penetapan besaran bantuan. Sehingga bisa ditentukan apakah besaran bantuan didasarkan pada luasan lahan atau elemen lainnya.

“Saya berharap sebelum BLP ini diuji cobakan, data harus clear. Untuk itu kita bentuk task force (satuan tugas) yang fokus mengelola data-data dari berbagai kementerian,” seru Moeldoko yang juga Ketua Himpunan Kerukunan Tani Indonesia (HKTI).

“Memang tidak mudah, karena antara data satu kementerian dengan kementerian lain pasti berbeda. Tapi ini bisa dikompromikan,” tandasnya.  

Sebagai informasi, hasil monitoring dan evaluasi Kantor Staf Presiden, alokasi anggaran pupuk bersubsidi mengalami tren peningkatan selama 2024 hingga 2023, dari Rp 1,35 triliun menjadi Rp 25,3 triliun.

Namun peningkatan tersebut tidak dibarengi dengan realiasi penyaluran pupuk bersubsidi. Selama periode 2020 hingga 2022 trennya terus menurun, dari 8,6 juta ton turun menjadi 7,4 juta ton. Hal ini menjadi salah satu penyebab produktivitas (padi) stagnan antara 5,1 ton/hektare hingga 5,2 ton/hektare selama 2012 - 2022.

“Dengan BLP harapannya produktivitas kita kembali meningkat, karena tujuan perubahan skema subsidi pupuk ini membantu daya beli petani kecil untuk memperoleh pupuk,” pungkas Moeldoko.