Karen Agustiawan Klaim Seluruh Dewan Direksi PT Pertamina Setujui Pengadaan LNG
Eks Direktur Utama (Dirut) PT Pertamina (Persero) Karen Agustiawan ditahan KPK/FOTO: Wardhany Tsa Tsia-VOI

Bagikan:

JAKARTA - Eks Dirut PT Pertamina (Persero) Karen Agustiawan mengklaim jajaran direksi perusahaan pelat merah tersebut tahu soal pengadaan liquefied natural gas (LNG). Dia membantah bermain sendiri.

“Itu sudah disetujui oleh seluruh direksi secara kolektif kolegial dan secara sah karena ingin melanjutkan apa yang tertuang dalam proyek strategis nasional,” kata Karen kepada wartawan di gedung Merah Putih KPK, Kuningan Persada, Jakarta Selatan, Selasa, 19 September.

Tak hanya itu, Karen juga menyebut ada tiga konsultan yang terlibat. “Ada due diligence (review untuk mencari fakta),” tegasnya.

Selain itu, dia memastikan pemerintah mengetahui proses pengadaan ini. Bahkan, Dahlan Iskan, Menteri BUMN periode 2011-2014 mengetahui dan menyetujui.

“Pak Dahlan tahu, karena Pak Dahlan penanggungjawab,” ujar Karen.

Diberitakan sebelumnya, KPK menyebut pengadaan liquefied natural gas (LNG) oleh PT Pertamina (Persero) sebagai alternatif mengatasi kekurangan gas di Tanah Air tak dikaji. Karen Agustiawan yang saat itu menjabat sebagai Direktur Utama PT Pertamina juga tak melaporkan keputusannya ke dewan komisaris.

“GKK alias KA secara sepihak langsung memutuskan untuk melakukan kontrak perjanjian dengan perusahaan CCL (Corpus Christi Liquefaction) LLC Amerika Serikat tanpa melakukan kajian hingga analisis menyeluruh dan tidak melaporkan pada Dewan Komisaris PT Pertamina Persero,” kata Firli.

Firli mengungkap pelaporan harusnya dilakukan karena akan dibawa dalam Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS). “Sehingga tindakan GKK alias KA tidak mendapatkan restu dan persetujuan dari pemerintah saat itu,” tegasnya.

Karena perbuatannya, Karen membuat negara merugi hingga sekitar 140 juta dolar Amerika Serikat atau Rp2,1 triliun. Penyebabnya, kargo LNG yang dibeli dari perusahaan CCL LLC Amerika Serikat menjadi tidak terserap di pasar domestik.

Akibatnya kargo over supply, PT Pertamina membuat penjualan di pasar internasional dengan kondisi rugi. Padahal, komoditas ini juga tak pernah masuk ke Indonesia dan dipergunakan seperti tujuan awalnya.