JAKARTA - Kepala Dinas Lingkungan Hidup DKI Jakarta Asep Kuswanto menolak usulan adanya penetapan kondisi polisi udara di Jakarta sebagai berstatus darurat bencana.
Menurut Asep, buruknya polusi udara di Jakarta tak mungkin ditetapkan sebagai bencana. Sebab, hal ini bisa berdampak buruk pada hal lainnya. Misalnya, mencoreng citra Indonesia yang baru saja menyelenggarakan KTT ke-43 ASEAN di Jakarta.
"Menetapkan status bencana apalagi di Jakarta itu kan berdampaknya international. Jakarta enggak mungkin menetapkan status darurat, apalagi kemarin KTT ASEAN," kata Asep kepada wartawan, Jumat, 15 September.
Asep menegaskan, jika buruknya polusi udara di Jakarta diputuskan sebagai kondisi darurat bencana, aktivitas pembangunan dan ekonomi Ibu Kota pasti akan terganggu.
"Di sini menyangkut banyak pihak, ada kedutaan besar, ada kantor-kantor, aktivitas ekonomi juga. Jadi, kalau status darurat bencana itu kan mengganggu aktivitas, pasti dampak ekonominya akan sangat tinggi," urainya.
Usulan ini awalnya diungkapkan Anggota Fraksi PSI DPRD DKI Jakarta August Hamonangan dalam rapat paripurna penyampaian pandangan umum fraksi-fraksi terhadap Raperda tentang Perubahan APBD Provinsi DKI Jakarta Tahun anggaran 2023 yang digelar Rabu, 13 September.
August memandang, penetapan status bencana pada perlu dilakukan sebagai upaya serius menanggulangi kasus pencemaran udara yang terus melanda Jakarta. Sementara, menurutnya polusi udara kerap muncul dari tahun ke tahun tanpa ada program berarti.
"Kami meminta perlu adanya tindakan nyata dari Pemprov DKI Jakarta untuk menjadikan program penanggulangan pencemaran udara sebagai isu prioritas. Jika memungkinkan polusi udara dapat ditetapkan sebagai bencana," ujar August.
Lebih lanjut, August menilai polusi udara di DKI Jakarta dapat dikategorikan sebagai ancaman kesehatan yang serius, sebagai kota yang memiliki kualitas udara terburuk di dunia, krisis kualitas udara ini harus dinyatakan sebagai bencana darurat pencemaran udara.
Penetapan status bencana pada polusi udara, menurutnya, telah menjadi kedaruratan kaeren adanya rangkaian peristiwa yang mengancam dan mengganggu kehidupan masyarakat.
Dengan adanya penetapan status bencana ini, anggaran untuk penanggulangan pencemaran udara dapat dikeluarkan dari belanja tidak terduga (BTT).
Terlebih, dalam dokumen perubahan KUA-PPAS 2023, anggaran untuk program pencegahan pencemaran dan/atau kerusakan lingkungan hidup pada Dinas Lingkungan Hidup DKI mengalami penurunan.
"Sebagai catatan, anggaran BTT belum terealisasi penyerapannya. Sehingga dengan alokasi anggaran Rp600 Miliar sebagaimana yang dianggarkan dalam perubahan KUA-PPAS 2023, akan sangat bermanfaat jika dialokasikan untuk penanggulangan pencemaran udara termasuk untuk pengecekan kesehatan masyarakat yang terdampak polusi udara seperti pengecekan untuk ISPA bagi masyarakat," imbuhnya.