Bukti-bukti Sudah Jelas, Pelaporan Benny Tjokro kepada Jiwasraya Terkesan Janggal
Kuasa hukum Benny Tjokrosaputro, Muchtar Arifin. (Rizky Adytia Pramana/VOI)

Bagikan:

JAKARTA - Tersangka dugaan korupsi Benny Tjokrosaputro melaporkan Direktur Utama PT Asuransi Jiwasraya Hexana Tri Sasongko, atas tudingan fitnah terkait perkara yang menjeratnya.

Pelaporan itu pun teregistrasi dengan nomor LP/1250/II/YAN.2.5/2020/SPKT PMJ/Tanggal 24 Februari. Sehingga, terlapor disangkakan Pasal 311 Tentang Fitnah.

Kuasa hukum Benny Tjokrosaputro, Muchtar Arifin mengatakan, pelaporan itu berdasarkan pernyataan Hexana soal total kerugian negara senilai Rp13 triliun dari gagal bayar Jiwasraya, pada saat rapat dengar pendapat di gedung DPR RI.

Padahal, saham pada Jiwasraya bukan hanya milik Benny Tjokrosaputro selaku Direktur Utama PT Hanson International TBK karena ada saham dari pihak lain. Sehingga, Muchtar beranggapan jika pernyataan itu berdampak pada posisi kliennya seolah-olah sebagai pelaku atau tersangka utama kasus korupsi tersebut.

"Ini suatu skenario yang kami pikir cukup menjadi beban bagi klien kami. Skenario yang dilakukan pihak-pihak kekuatan besar di luar memang sengaja dibuat seperti itu," ucap Muchtar di Jakarta, Senin, 24 Februari.

Dengan adanya skenario tersebut, lanjut Muchtar, nantinya hanya kliennya yang akan mengganti seluruh kerugian dari perbuatan pihak-pihak yang terlibat.

"Klien kami Benny kan punya banyak aset, diharapkan dengan diposisikan seperti itu maka seluruh kerugian negara nanti akibat dari perbuatan-perbuatan busuk dari aktor-aktor yang bermain di situ (kasus Jiwasraya), bisa ditutupi dengan aset klien kami," papar Muchtar.

Hanya saja, pelaporan atas dugaan fitnah itu pun terasa janggal. Sebab, penetapan tersangka Benny Tjokrosaputro berdasarkan bukti-bukti yang dikumpulkan selama proses penyelidikan yang dilakukan oleh Kejaksaan Agung.

Pada pengusutan perkara dugaan korupsi Jiwasraya, Kejaksaan Agung sudah memeriksa secara total 98 orang saksi dan menggeledah sekitar 13 obyek. Selain itu, sekitar 5.000 transaksi investasi di Jiwasraya pada periode 2009-2018 yang juga sudah didalami tim penyidik.

Jaksa Agung, ST Burhanuddin menyebut PT Asuransi Jiwasraya gagal membayar klaim yang sudah jatuh tempo. Kemudian, laporan hasil pemeriksaan Badan Pemeriksaan Keuangan (BPK) mengenai adanya tujuan tertentu atas pengelolaan bisnis asuransi, investasi, pendapatan, dan biaya operasional.

"Hal ini terlihat pada pelanggaran prinsip-prinsip kehati-hatian dengan berinvestasi yang dilakukan oleh PT Asuransi Jiwasraya yang telah banyak melakukan investasi pada aset-aset dengan risiko tinggi untuk mengejar high grade atau keuntungan tinggi," kata Burhanuddin.

Selain itu, tercatat beberapa investasi pada aset-aset yang dilakukan PT Asuransi Jiwasraya memiliki risiko tinggi. Beberapa di antaranya, soal penempatan saham sebanyak 22,4 persen senilai Rp5,7 triliun dari aset finansial.

Berdasarkan jumlah tersebut, 5 persen dana ditempatkan pada saham perusahaan dengan kinerja baik, sedangkan 95 persendana ditempatkan di saham yang berkinerja buruk.

Selanjutnya, soal penempatan reksa dana sebanyak 59,1 persen senilai Rp14,9 triliun dari aset finansial. Berdasarkan jumlah tersebut, hanya 2 persen yang dikelola oleh manager investasi Indonesia dengan kinerja baik.

“Dan 98 persen dikelola oleh manajer investasi dengan kinerja buruk," kata Burhanuddin.

Kaitannya dengan kasus Jiwasraya, Hanson International tersandung transaksi penjualan surat utang jangka menengah atau medium term notes (MTN) dengan total nilai Rp680 miliar. Sebab, berdasarkan Laporan Hasil Pemeriksaan Badan Pemeriksa Keuangan (LHP BPK) tahun 2016, transaksi pembelian surat utang milik Hanson International dengan peringkat BBB oleh Jiwasraya tersebut dianggap kurang memperhitungkan aspek legal.

LHP BPK menyebut bahwa perusahaan berkode saham MYRX itu, sebagai penerbit MTN tidak memiliki kinerja keuangan yang cukup baik.

Selama periode 2013 perusahaan milik Benny Tjokrosaputro ini mengalami kerugian komprehensif sampai dengan Rp119,32 miliar. Sedangkan pada 2014-2015 laba yang berhasil dicatat Hanson International hanya sebesar Rp1,04 miliar dan Rp8,33 miliar.

Di periode yang sama, pendapatan perusahaan justru mengalami penurunan signifikan menjadi Rp54,8 miliar dibanding 2014 yang mencapai Rp266,36 miliar.

Dengan penurunan pendapatan usaha dan laba yang tidak terlalu besar di tahun 2015, seharusnya menjadi pertimbangan Jiwasraya dalam melakukan investasi pada MTN PT Hanson International Tbk.