Eks Direktur PT BRJ Tersangka Korupsi Proyek Jembatan di Indragiri Hilir Ditahan Kejati Riau
Tersangka BS saat akan masuk ke mobil tahanan. BS diduga melakukan tindak pinda korupsi pembangunan Jembatan Sungai Enok di Indragiri Hilir. (ANTARA/Ho-Kejati Riau)

Bagikan:

RIAU - Mantan Direktur PT BRJ inisial BS jadi tersangka dugaan korupsi pembangunan Jembatan Sungai Enok pada Dinas Pekerjaan Umum Kabupaten Indragiri Hilir tahun anggaran 2012.

Kepala Seksi Penerangan Hukum dan Humas Kejaksaan Tinggi (Kejati) Riau Bambang Heripurwanto mengatakan, BS ditahan usai penyidik Kajati melakukan gelar perkara.

"Selain BS, Direktur PT BRJ berinisial HMF juga ditetapkan sebagai tersangka. Perusahaan itu adalah rekanan yang mengerjakan proyek tersebut," katanya, Jumat 8 September, disitat Antara.

Adapun modus yang dilakukan kedua tersangka, yaitu setelah pengumuman lelang Pokja II ULP Kabupaten Indragiri Hilir pada 17 Mei 2012, HMF bersama BS melengkapi persyaratan lelang. Kemudian keduanya membantu mencarikan personel fiktif.

Setelah melengkapi persyaratan lelang tersebut BS dan HMF membuat dokumen berupa surat penawaran, rekap perkiraan pekerjaan serta surat pernyataan dukungan alat.

"Selanjutnya setelah PT BRJ dinyatakan sebagai pemenang tender/lelang, HMF masuk menjadi Direktur PT. BRJ dengan alasan sebagai kontrol pekerjaan," lanjut Bambang.

Tak berhenti di situ, BS dan HMF kemudian membuat draf kontrak dengan memalsukan tanda tangan saksi H pada dokumen kontrak/adendum I dan II Rp14.826.029.360, berita acara negosiasi dan berita acara penyerahan lapangan.

Dalam pelaksanaan pekerjaan, BS merekomendasikan Saksi AP untuk bekerja di lapangan dan tersangka BS membeli barang-barang material pembangunan jembatan tersebut.

"Setiap pencairan uang muka dan termin dilakukan oleh tersangka HMF dengan memalsukan tanda tangan saksi H. Setelah uang tersebut masuk ke Rekening PT. BRJ, cek ditandatangani dan dicairkan oleh tersangka HMF sekitar Rp1,3 miliar dari Rekening PT. BRJ," paparnya

Menurut Ahli Fisik ITB, pelaksanaan fisik pekerjaan tidak sesuai volume dan spesifikasi sebagaimana kontrak /adendum I dan II sehingga menurut auditor BPKP proyek ini telah merugikan keuangan negara sebesar Rp1.842.306.309,34.

"Untuk mempercepat proses penyidikan, terhadap BS dilakukan penahanan selama 20 hari di Rutan Kelas 1 Pekanbaru. Sedangkan HMF telah dilakukan pemanggilan oleh penyidik, namun yang bersangkutan tidak beritikad baik untuk memenuhi panggilan tersebut," pungkasnya.