KPK Geledah Rumah Politikus PKB Reyna Usman di Badung Bali, Kuitansi Disita
KPK menggeledah rumah politikus PKB Reyna Usman di Banjar Bernasih, Mengwi, Kabupaten Badung, Bali terkait kasus dugaan korupsi pengadaan sistem proteksi TKI Kemnaker/FOTO: Dafi-VOI

Bagikan:

BADUNG - KPK menggeledah rumah politikus PKB Reyna Usman di Banjar Bernasih, Mengwi, Kabupaten Badung, Bali terkait kasus dugaan korupsi pengadaan sistem proteksi tenaga kerja Indonesia (TKI) di Kementerian Tenaga Kerja (Kemnaker). Ada kuitansi yang disita.

Tim KPK menggeledah satu kamar dan mobil dengan membawa satu koper besar dengan dikawal tiga anggota kepolisian.  Dalam penggeledahan itu, satu kuitansi disita.

Sementara penjaga rumah hanya diminta keterangan oleh petugas KPK dan disaksikap Kelian atau Petinggi Dinas Banjar Bernasih, Desa Buduk,  Bagus Murda.

Bagus Murda mengatakan dirinya diminta datang untuk menjadi saksi dalam penggeledahan tersebut. Pihaknya tidak mengetahui identitas pemilik rumah.

"Saya turun ke lapangan disuruh saja sebagai saksi untuk mengetahui penggeledahan. Saya pun tidak tau dia dan dia tidak pernah melapor ke saya. Saat semenjak tinggal di sini tidak ada laporan ke Dinas Desa. Namanya pun saya tidak tahu," kata Murda.

KPK menggeledah rumah politikus PKB Reyna Usman di Banjar Bernasih, Mengwi, Kabupaten Badung, Bali terkait kasus dugaan korupsi pengadaan sistem proteksi TKI Kemnaker/FOTO: Dafi-VOI

Penggeledahan berlangsung selama satu jam. Menurut Murda, ada kuitansi yang disita KPK.

"Tadi yang diamanahkan cuma satu kuitansi saja. Sekitar satu jam penggeledahan. Saya tanda tangan untuk mengetahui (KPK) melakukan penggeledahan saja. Untuk kuitansi apa, saya tidak tahu," ujarnya.

Sebelumnya, KPK mengatakan ada tiga tersangka yang ditetapkan dalam kasus korupsi di Kemnaker ini. Meski belum disampaikan KPK, Sekretaris Badan Perencanaan dan Pengembangan Kemnaker I Nyoman Darmanta dikabarkan turut terlibat.

Adapun nilai proyek pengadaan sistem informasi yang diduga menjadi bancakan para pelaku mencapai sekitar Rp20 miliar. Wakil Ketua Alexander Marwata menyebut sistem ini diduga dikorupsi hingga akhirnya tak bisa digunakan untuk mengawasi TKI.

“Yang bisa komputer saja untuk mengetik dan lain sebagainya. Tapi, sistemnya sendiri enggak berjalan,” tegasnya kepada wartawan di Jakarta, Kamis, 24 Agustus.