Puan: Penghapusan Skripsi adalah Bentuk Kemerdekaan dalam Belajar
Ketua DPR RI Puan Maharani saat menghadiri pembukaan Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) ke-43 ASEAN, Jakarta, Selasa (5/9/2023). (ANTARA/HO-DPR RI)

Bagikan:

JAKARTA - Ketua DPR RI Puan Maharani menyebut penghapusan skripsi sebagai syarat kelulusan bagi mahasiswa S1 merupakan bentuk kemerdekaan dalam belajar.

"Persyaratan skripsi menjadi beban yang berat dan terkadang membatasi eksplorasi ilmu dan minat akademik mahasiswa. Diperlukan suatu terobosan yang bisa menyalurkan bakat dan minat, sehingga mudah diserap di dalam dunia pekerjaan," kata Puan dalam keterangannya di Jakarta, Selasa, 5 Agustus. 

Dia menilai skripsi pada era sekarang menjadi hal yang membatasi eksplorasi akademis, dan kadang-kadang mengganggu proses pembelajaran yang lebih luas.

Saat ini skripsi sudah tidak lagi menjadi syarat kelulusan bagi mahasiswa S1 yang aturannya tertuang dalam Permendikbudristek Nomor 53 Tahun 2023 tentang Penjaminan Mutu Pendidikan Tinggi. Selain itu, mahasiswa S2 dan S3 juga tidak dibebankan membuat tesis dan disertasi sebagai syarat kelulusan.

Sebagai gantinya, pemerintah mengusulkan tugas akhir bisa berbentuk prototipe atau proyek sehingga bukan hanya skripsi, tesis, dan disertasi. Namun, keputusan itu diserahkan sepenuhnya kepada perguruan tinggi tempat mahasiswa menimba ilmu.

Puan menganggap hal tersebut merupakan bentuk terobosan yang dilakukan pemerintah.

"Ini adalah bentuk kemerdekaan dalam belajar, sehingga mahasiswa bebas menentukan arah kelulusan mereka tanpa harus berpatokan dengan sistem yang ada. Mahasiswa akan merasa lebih tertantang, saat mereka diberi keleluasaan dalam menentukan masa depan mereka," ungkap mantan Menko PMK tersebut.

Puan menambahkan, merdeka dalam belajar mengacu pada konsep pendidikan yang memberikan kebebasan kepada individu untuk belajar sesuai dengan minat, kemampuan, dan kebutuhan mereka tanpa adanya tekanan atau kendala yang berlebihan.

"Pendekatan ini mendorong eksplorasi, kreativitas, dan pemecahan masalah mandiri. Sehingga para mahasiswa memiliki kontrol lebih besar atas proses pembelajaran mereka, yang dapat meningkatkan motivasi dan hasil belajar," sebut Puan.

Lebih lanjut, Puan menuturkan bahwa fleksibilitas dalam penentuan syarat kelulusan dapat membantu perguruan tinggi mengakomodasi perubahan dan keberagaman mahasiswa. Dia menilai terobosan itu sesuai dengan era kemajuan zaman.

"Pendidikan tinggi harus responsif terhadap perkembangan zaman. Mungkin ada perguruan tinggi yang mempertimbangkan fleksibilitas dalam syarat kelulusan sebagai langkah untuk mengakomodasi perkembangan terbaru dalam dunia kerja dan teknologi," tuturnya.

Meski begitu, Puan mengingatkan Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemendikbudristek) masih memiliki pekerjaan rumah untuk mempersiapkan mekanisme pengawasan yang efektif dalam penerapan metode syarat kelulusan di tiap perguruan tinggi.

Sistem tersebut dibutuhkan untuk memastikan bahwa kualitas lulusan pendidikan tinggi tetap terjaga.

Sebab, ketika setiap kampus memiliki persyaratan yang berbeda, hal ini dapat menyebabkan ketidaksetaraan dalam pendidikan. Lulusan dari kampus yang lebih mudah atau kurang ketat dalam persyaratannya dapat dianggap kurang berkualitas dibandingkan dengan lulusan dari kampus yang lebih ketat dalam persyaratan.

"Perguruan tinggi yang memiliki syarat kelulusan yang lebih ketat dapat menghasilkan lulusan yang lebih kompeten, sementara yang lain mungkin kurang memiliki kualifikasi yang sebanding. Ini juga akan berpengaruh pada perguruan tinggi di mata pemberi kerja," papar Puan.

Oleh karenanya, Puan mendorong Kemendikbudristek dan perguruan tinggi untuk bekerja sama dalam mengembangkan aturan dan mekanisme yang tepat agar semua lulusan memiliki dasar pengetahuan dan keterampilan yang setara serta siap untuk memasuki dunia kerja yang kompetitif.

"Dengan cara ini, kita dapat menjaga standar kualitas pendidikan tinggi yang tinggi di Indonesia, sambil memungkinkan fleksibilitas yang sesuai dengan kebutuhan mahasiswa dan perkembangan terbaru dalam dunia pendidikan dan pekerjaan," urainya.

Di sisi lain, Puan juga ingin adanya pengawasan yang ketat dari Kemendikbudristek untuk mengatasi risiko dan memastikan bahwa fleksibilitas dalam penentuan syarat kelulusan tidak mengorbankan kualitas pendidikan.

"Pemerintah harus melaksanakan audit rutin di perguruan tinggi untuk memastikan bahwa syarat kelulusan yang beragam tetap memenuhi standar kualitas yang telah ditetapkan," ucap Puan.

Bukan hanya itu, Puan juga berharap pemerintah dapat meningkatkan keterampilan dan pengetahuan para dosen sehingga dapat menentukan syarat kelulusan yang cocok bagi mahasiswa yang berada di bawah pengawasan mereka.