Kipas Aluvial Jadi Penyebab Jarang Muncul Awan Hujan di Jakarta
Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan (LHK) Siti Nurbaya Bakar/ANTARA/Sugiharto Purnama

Bagikan:

JAKARTA - Kondisi geomorfologis yang berbentuk seperti kipas aluvial menjadi penyebab jarang muncul awan hujan dan memperparah kondisi polusi udara selama musim kemarau di Jakarta.

"Jakarta itu posisi geomorfologisnya seperti kipas aluvial yang dikelilingi oleh areal berbukit, sehingga udara tidak mudah untuk bergerak," Kata Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Siti Nurbaya Bakar dilansir ANTARA, Selasa, 29 Agustus. 

Menteri Siti menuturkan awan tidak mudah mendekati daratan Jakarta, sehingga kadang-kadang awan menurunkan hujannya di laut.

Teknologi modifikasi cuaca menjadi upaya yang dilakukan pemerintah untuk menurunkan hujan dan mengendalikan pencemaran udara di Ibu Kota Negara Indonesia tersebut.

"Ketika ada awan yang cukup uap air untuk bisa jatuh di daerah-daerah tertentu, maka (hujan) dijatuhkan melalui teknologi itu," ujarnya.

Menteri Siti menyampaikan bila awan hujan tidak muncul di langit Jakarta, maka pemerintah mengupayakan teknik modifikasi cuaca skala mikro melalui penyemprotan air yang dilakukan dari gedung-gedung tinggi agar dapat mempengaruhi komposisi udara. 

Kegiatan penyemprotan air dari puncak gedung berfungsi untuk menurunkan polusi udara yang kini menyelimuti Jakarta.

 

Pada 2-4 September 2023, pemerintah akan kembali menggelar operasi teknologi modifikasi cuaca untuk menurunkan hujan di Jakarta.

Operasi itu dilakukan sebagai upaya mengendalikan polusi udara mengingat ada perhelatan KTT ASEAN 2023 yang berlangsung di Jakarta Convention Center (JCC), Jakarta Pusat, pada 5-7 September 2023.

Berdasarkan data KLHK, sumber pencemaran udara terbesar di wilayah Jabodetabek adalah 44 persen kendaraan, 34 persen pembangkit listrik tenaga uap (PLTU), serta sisanya dari rumah tangga, pembakaran dan lainnya.