Bagikan:

JAKARTA - Ketua DPR RI Puan Maharani mengimbau pihak sekolah untuk turut berpartisipasi mengantisipasi dampak polusi udara, terutama di Jabodetabek dan sekitarnya. Sebab polusi udara dapat menimbulkan masalah kesehatan, termasuk bagi anak-anak.

"Pemerintah harus membuat terobosan sistem secara menyeluruh, tanpa mengesampingkan dampak lain dari suatu kebijakan. Termasuk bagaimana pihak sekolah ikut berpartisipasi melakukan berbagai antisipasi. Hal ini perlu dioptimalkan untuk melindungi anak dari bahaya polusi udara," kata Puan, Kamis 24 Agustus.

Berdasarkan data dari Dinas Kesehatan (Dinkes) DKI Jakarta, pada semester I 2023 terdapat 638.291 kasus ISPA di Ibu Kota. Jumlah ini meningkat 20,2% dibandingkan periode yang sama tahun 2022, yang tercatat sebanyak 531.925 kasus.

Dari jumlah tersebut, 44,6% di antaranya adalah anak-anak berusia di bawah 5 tahun. Angka ini menunjukkan bahwa anak-anak merupakan kelompok yang paling rentan terhadap ISPA.

Menurut Puan, pihak sekolah bisa menyesuaikan sistem pembelajaran bagi anak-anak sebagai salah satu upaya antisipasi dampak dari polusi udara.

“Misalnya menghindari dulu kegiatan belajar mengajar di luar ruangan. Lalu pastikan sanitasi dan sirkulasi udara di kelas-kelas dalam kondisi baik. Kemudian siapkan fasilitas maupun kebutuhan medis dasar bagi anak-anak di sekolah,” ucap perempuan pertama yang menjabat sebagai Ketua DPR RI ini.

Lebih dari itu, pihak sekolah pun dinilai harus memperhatikan pendekatan yang lebih luas dan komprehensif. Misalnya dengan meningkatkan fasilitas di sarana dan prasarana yang biasa digunakan anak-anak sekolah.

"Sekolah-sekolah dan fasilitas umum seperti taman bermain luar ruangan, perlu kembali memberlakukan protokol kesehatan yang ketat demi melindungi anak dari partikel-partikel udara yang tercemar polusi," sebut Puan.

Ditambahkan mantan Menko PMK itu, dukungan fasilitas dan solusi di sekolah serta kesadaran masyarakat luas merupakan cara terbaik untuk melindungi anak-anak dari dampak buruk polusi udara. Puan juga menekankan pentingnya anak-anak memiliki lingkungan pembelajaran yang optimal dan sehat.

"Langkah-langkah seperti peningkatan fasilitas sekolah, edukasi tentang polusi udara, pembangunan ruang terbuka hijau, dan penegakan hukum yang ketat terhadap sumber polusi adalah langkah-langkah penting yang harus dipertimbangkan oleh Pemerintah," paparnya.

Terkait kualitas udara yang memburuk, Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) mengusulkan agar sekolah kembali menerapkan PJJ untuk meminimalisir terjadinya masalah kesehatan pada anak. Usul PJJ dinilai perlu pengkajian yang lebih mendalam.

“Karena pasti ada dampaknya apabila kebijakan ini diberlakukan. Seperti dampak psikososial pada anak mengingat PJJ dapat mengisolasi anak-anak dari lingkungan sosial di sekolah yang diperlukan untuk tumbuh kembang mereka,” ujar Puan.

"Interaksi langsung dengan teman sekelas dan guru memiliki nilai penting dalam membentuk keterampilan interpersonal dan perkembangan mental. Selain itu pembelajaran jarak jauh juga akan berpengaruh pada pemahaman mendalam tentang materi belajar," imbuhnya.

Untuk itu, Puan menyebut kebijakan PJJ harus dipikirkan lebih jauh lagi. Mengingat tidak semua anak memiliki akses yang sama terhadap teknologi yang diperlukan untuk PJJ. Hal ini bisa mengakibatkan kesenjangan dalam kualitas pendidikan yang diterima anak-anak.

“Jadi memang harus dikaji secara komprehensif sebelum diputuskan, termasuk mengenai infrastruktur dan kebutuhan lainnya,” sebut Puan.

"Selain itu pembelajaran jarak jauh dapat memberikan beban tambahan bagi orang tua, terutama bagi orang tua yang harus bekerja," tambah cucu Bung Karno tersebut.

Puan pun mendorong Pemerintah untuk segera menentukan sikap terkait dampak kesehatan bagi anak di tengah polusi udara. Apalagi terjadi kenaikan kasus infeksi saluran pernapasan akut atau ISPA di Ibu Kota.

"Pemerintah perlu mengambil langkah sigap dan tanggap dalam menyelematkan generasi bangsa dari paparan polusi udara yang mengakibatkan mudahnya terserang penyakit," tutup Puan.