Proyek Industri Baterai Kendaraan Listrik Jadi Alat Politik Erick Thohir Maju di Pilpres 2024?
Menteri BUMN, Erick Thohir. (Foto: Kementerian BUMN)

Bagikan:

JAKARTA - Komisi VII Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) mengingatkan agar proyek industri baterai untuk kendaraan listrik tak digunakan hanya sebagai alat politik dalam kontestasi pemilihan presiden (Pilpres) di 2024 mendatang.

Menanggapi hal ini, Staf Khusus Menteri BUMN Arya Sinulingga menegaskan pengembangan EV battery murni sebagai transisi energi dalam mengurangi pemanasan global akibat efek gas rumah kaca. Apalagi, sejak jauh hari sudah ada rencana pembentukan holding dan produksi baterai.

"Jadi malah tidak ada hubungan sama sekali dengan politik. Karena tahun 2023 pun sudah akan produksi. Jadi ini riil baterainya. Tidak ada hubungannya dengan politik, jauh banget," ujarnya, saat Webinar bertajuk 'EV Battery: Masa Depan Ekonomi Indonesia' di Jakarta, Selasa, 2 Februari.

Anak buah Menteri BUMN Erick Thohir ini menekankan, pengembangan baterai listrik tujuannya untuk transisi energi. Bahkan, kata dia, Indonesia telah diakui dunia memiliki bahan baku utama dalam mengembangkan industri EV battery, yakni nikel.

Salah satu BUMN yakni PT Antam (Persero) memiliki cadangan nikel nomor dua terbesar di Indonesia yang akan berperan untuk menyediakan biji nikel sebagai bahan baku hulu sampai menjadi hilir untuk kendaraan listrik berbasis baterai.

Bahkan, kata Arya, hal itu pula yang membuat para calon mitra seperti Tesla berkeinginan untuk bekerja sama dengan Indonesia dalam mengembangakan industri ini.

"Mana mungkin Tesla mau main-main (dengan politik) begitu," jelasnya.

Senada, Wakil Menteri BUMN, Pahala Mansury menegaskan proyek kendaraan listrik berbasis baterai tidak ada kaitannya dengan manuver politik untuk pilpres 2024. Bisnis yang dibangun pemerintah saat ini murni untuk mengambil peluang menjadikan Indonesia sebagai pemain kelas dunia di industri ini.

"Kalau terkait politik ini enggak ada pikiran sama sekali ke situ, kita hanya ingin kesempatan ini tak disia-siakan," tuturnya.

Menurut Pahala, banyak pihak dari luar negeri yang selalu mencari tahu kelemahan Indonesia. Karena mereka tidak ingin Indonesia menjadi negara yang kuat dan menguasai industri strategis ini.

"Negara lain ini selalu mengintip negara kuat yang berpotensi menguasai industri strategis," tuturnya.

Pahala berharap para pemangku kepentingan dan regulator untuk tetap bekerja sama dalam mendukung rencana besar yang baru saja mulai di Indonesia. Sebab dalam dunia teknologi sangat membutuhkan investasi dan kemitraan.

"Dalam dunia yang penuh teknologi dan sarat kebutuhan investasi, kemitraan ini tidak bisa dihindarkan, makanya kita bekerja sama dengan para pemain dunia," tuturnya.

Harus Berjalan Serius

Sebelumnya, Wakil Ketua Komisi VII DPR RI Ramson Siagian mengatakan bahwa pengembangan kendaraan listrik termasuk industri baterai sangat lah penting. Hal ini untuk menekan konsumsi dan emisi dari Bahan Bakar Minyak (BBM), sehingga dapat menekan impor serta lebih ramah terhadap lingkungan.

Ramson juga meminta program ini dijalankan secara serius, tak hanya menjadi retorika politik dan konsumsi opini publik.

Dalam Rapat Dengar Pendapat (RDP) bersama Tim Percepatan Proyek EV Battery Nasional, ia meminta kepada Ketua Tim Percepatan Proyek EV Battery Nasional Agus Tjahajana Wirakusumah agar pesan tersebut disampaikan kepada Menteri BUMN Erick Thohir. 

"Jangan untuk konsumsi retorika politik menghadapi 2024, tapi harus fakta untuk generasi mendatang. Kita harus ada khusus untuk kepentingan masa depan bangsa. Sampaikan ke Pak Menteri BUMN, supaya betul-betul konkret," terang Ramson yang saat itu memimpin jalannya RDP, Senin, 1 Februari.

Tak hanya itu, Ramson mengatakan bahwa pihaknya juga telah mendesak Kementerian ESDM agar bisa menerbitkan kebijakan hingga mengeluarkan anggaran yang dapat mendorong pengembangan kendaraan listrik.

Lebih lanjut, ia mengatakan, dalam pengembangan EV di Indonesia semua sumber daya perlu digerakan, baik secara teknologi, kapasitas manajemen maupun sumber pendanaan.

"Komisi VII mendukung sepenuhnya. Malah kita mendesak Kementerian ESDM untuk mendukung dari sisi kebijakan dan juga anggaran jika dimungkinkan," jelasnya.