JAKARTA - Sidang pembacaan putusan terdakwa Direktur Pemeriksaan dan Penagihan (P2) pada Direktorat Jenderal Pajak Kementerian Keuangan periode 2016–2019 Angin Prayitno dalam perkara dugaan suap dan pencucian uang ditunda sepekan.
"Ditunda seminggu untuk pembacaan putusan hakim," kata Kepala Bagian Pemberitaan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Ali Fikri saat dikonfirmasi via pesan singkat dari Jakarta, Senin, 21 Agustus.
Ali mengatakan sidang ditunda karena majelis hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat yang dipimpin oleh Fahzal Hendri masih membutuhkan waktu untuk menggelar sidang pembacaan putusan tersebut.
"Hakim belum siap," kata Ali Fikri.
Sedianya, sidang pembacaan putusan untuk perkara nomor 7/Pid.Sus-TPK/2023/PN Jkt.Pst tersebut akan digelar hari ini, Senin, pukul 10.00 WIB di Ruang Kusuma Atmadja, Pengadilan Tipikor, Jakarta.
"Tanggal sidang: Senin, 21 Agustus 2023. Jam: 10.00 WIB s/d selesai. Agenda: untuk putusan. Ruangan: Kusuma Atmadja," demikian keterangan jadwal sidang Angin Prayitno dikutip dari laman Sistem Informasi Penelusuran Perkara (SIPP) PN Jakarta Pusat, Senin.
Sebelumnya, jaksa penuntut umum (JPU) KPK menuntut Angin Prayitno Aji sembilan tahun penjara ditambah denda Rp1 miliar subsider pidana kurungan pengganti selama enam bulan.
"Menyatakan terdakwa Angin Prayitno Aji telah terbukti secara sah dan meyakinkan menurut hukum bersalah melakukan tindak pidana korupsi dan tindak pidana pencucian uang sebagaimana dakwaan pertama dan kedua,” kata JPU KPK di Pengadilan Tipikor Jakarta, Senin (27/6).
Selain itu, Angin Prayitno juga dituntut untuk membayar uang pengganti sejumlah uang kejahatan yang dinikmatinya, yakni sebesar Rp29.505.167.100,00.
"Jika terpidana tidak membayar uang pengganti dalam waktu satu bulan sesudah putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap, harta bendanya dapat disita oleh jaksa dan dilelang untuk menutupi uang pengganti tersebut. Jika tidak mencukupi, dipidana penjara selama dua tahun,” sambung JPU.
Angin disebut JPU KPK terbukti melakukan penerimaan gratifikasi sebagaimana dakwaan pertama dari Pasal 12 B juncto Pasal 18 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana diubah dengan UU No. 20 Tahun 2001 juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP jo. Pasal 65 ayat (1) KUHP dan dakwaan kedua dari Pasal 3 UU No. 8/2019 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang jo. Pasal 65 ayat (1) KUHP.
Pada perkara ini, Angin Prayitno didakwa menerima gratifikasi senilai Rp29.505.167.100 dan tindak pidana pencucian uang. Angin Prayitno disebut menerima sejumlah uang dari beberapa wajib pajak.
"Dari para wajib pajak tersebut, terdakwa telah menerima Rp1.912.500.000, dolar Singapura setara Rp575 juta, dolar AS setara Rp1,25 miliar sehingga jumlahnya Rp3.737.500.000,” kata JPU KPK Yoga Pratomo di Pengadilan Tipikor Jakarta, Selasa.
Selain dari wajib pajak, sambung JPU, Angin juga melakukan penerimaan yang berkaitan dengan jabatannya dengan total Rp25.767.667.100. Dengan demikian, total seluruhnya yang diterima Angin adalah sejumlah Rp29.505.167.100.
Dalam dakwaan kedua, Angin Prayitno disebut melakukan tindak pidana pencucian uang. Pencucian uang itu untuk menutupi uang yang berasal dari penerimaan gratifikasi periode 2014–2019 senilai Rp29.505.167.100 dan suap sejumlah Rp14.628.315.000.
Untuk menyamarkan asal-usul harta hasil penerimaan gratifikasi dan suap tersebut, Angin Prayitno membeli sejumlah bidang tanah, bangunan, dan mobil mewah dengan mengatasnamakan orang lain.
BACA JUGA:
Angin sendiri adalah terpidana kasus penerimaan suap terkait pemeriksaan pajak yang sudah dijatuhi vonis sembilan tahun penjara ditambah denda sebesar Rp300 juta subsider dua bulan kurungan dan kewajiban membayar uang pengganti sejumlah Rp3,375 miliar.