Bagikan:

JAKARTA - Kepala Pusat Penerangan Hukum (Kapuspenkum) Kejaksaan Agung Ketut Sumedana menegaskan bahwa lembaganya berkomitmen mengusut tuntas kasus tindak pidana perdagangan orang (TPPO) yang menjadi instruksi Presiden Joko Widodo.

Dia mengatakan Kejaksaan Agung terus berupaya dalam memberikan perlindungan korban dan penegakan hukum kasus TPPO.

"Kami memiliki komitmen untuk memberikan perlindungan yang maksimal kepada para korban TPPO," kata Ketut dalam keterangannya di Jakarta, Sabtu, 19 Agustus.

Dia mencontohkan salah satu kasus di luar negeri yang ditangani Atase Kejaksaan di Kedutaan Besar Republik Indonesia (KBRI) di Bangkok berhasil memberikan bantuan hukum kepada enam orang warga negara Indonesia (WNI).

Keenam WNI tersebut adalah Eric Febrian, Raindy Wijaya, Hendriant Tritrahadi, Chelsy Alviana, Andrian, dan Andrean Faust yang merupakan korban TPPO  yang telah diamankan di Provinsi Chiang Rai, Thailand setelah diseberangkan secara ilegal dari Tachilek, Myanmar.

“Keenam korban TPPO tersebut dilakukan penahanan karena dianggap melarikan diri dan tidak menghadiri persidangan atas dakwaan 'illegal entry', penyebaran penyakit menular lain, dan pelanggaran protokol COVID-19 pada Juli 2022,” ujarnya.

Menurut dia, setelah didampingi Atase Kejaksaan RI di Bangkok, penghentian penuntutan dengan alasan korban TPPO ini merupakan sejarah penghentian penuntutan pertama di Thailand. Ketut menjelaskan bahwa Kejaksaan terus berupaya memberikan perlindungan korban dan penegakan hukum kasus TPPO.

Dia meminta para jaksa agar memprioritaskan dan mengambil langkah cepat dalam penanganan kasus TPPO dan kemudian melindungi para korban. “Kami memiliki komitmen untuk memberikan perlindungan yang maksimal kepada para korban TPPO," katanya.

Menurut dia, sejumlah permasalahan yang sering dihadapi para pekerja migran, antara lain permasalahan dokumen kelengkapan biaya penempatan berlebih, “overstay”, gaji tidak dibayar, penganiayaan, pemerkosaan, bahkan terjadi perdagangan orang serta kasus pidana lainnya, dan mayoritas menimpa perempuan pekerja migran Indonesia.

Ketut mengungkapkan bahwa sejak Februari 2021, Kejaksaan telah bekerja sama dengan Organisasi Migran Internasional (IOM) Indonesia untuk membangun “platform” Sistem Integrasi Data Perkara TPPO dan website jampidum.kejaksaan.go.id yang sudah difungsikan.

"Website tersebut berisi tentang sistem informasi perkara penuntutan untuk seluruh perkara tindak pidana umum yang ditangani seluruh satuan kerja, seperti Cabang Kejaksaan Negeri, Kejaksaan Negeri, Kejaksaan Tinggi, dan Kejaksaan Agung," ujarnya.

Dia menjelaskan setiap tahapan penanganan perkara disajikan berdasarkan data statistik tahun perkara, jenis pidana, jenis perkara, penerimaan berkas, usia tersangka/terdakwa, peta kriminal, dan lain-lain.

Menurut dia, khusus terkait dengan penanganan TPPO, sistem integrasi data perkara ini dikembangkan agar masyarakat dan seluruh anggota Gugus Tugas Pencegahan dan Penanganan TPPO, termasuk aparat penegak hukum di seluruh Indonesia dapat menelusuri perkembangan penuntutan.

“Hal itu termasuk mendapatkan informasi mengenai jenis hukuman, profil pelaku, jenis kelamin, usia korban, permohonan restitusi, dan modus operandi yang berkembang," katanya.

Ia menerangkan bentuk komitmen Kejaksaan lainnya yang berkaitan dengan perlindungan pekerja migran Indonesia adalah dengan menempatkan perwakilan Kejaksaan di luar negeri yang terdapat di beberapa negara, seperti Singapura, Bangkok, Hong Kong, dan Riyadh, Arab Saudi,” katanya.

Ketut menilai perwakilan di luar negeri memiliki peran secara aktif memberikan pendampingan, sosialisasi, dan advokasi terhadap berbagai permasalahan hukum para pekerja migran Indonesia, termasuk memperjuangkan dari jeratan hukuman mati.