Bagikan:

JAKARTA - Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) meminta kepada Kejaksaan Agung agar kasus pelanggaran HAM yang terjadi pada tahun 1998 segera diselesaikan. Khususnya pada kasus Semanggi I dan II. Pasalnya hingga saat ini, kasus tersebut tidak ada penyelesaiannya.

Anggota Komisi III Taufik Besari mengatakan, ini tetap harus dibuka karena prosesnya pada Juli 2001, ada dua pandangan soal kasus ini. Pertama mayoritas mengatakan bukan pelanggaran HAM berat. Kedua, ingin mengarahkan kasus itu kepada pengadilan biasa dan militer.

Tapi kenyataannya, pengadilan biasa dan militer tidak ada penuntasannya. "Kita ingin tahu seperti apa yang terjadi Semanggi I dan II agar hak publik untuk tahu harus terpenuhi," ujarnya, dalam rapat kerja dengan Kejaksaan Agung, di Gedung DPR, Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Senin, 20 Januari.

Taufik berujar, rapat kerja sebelumnya pada tanggal 16 Januari saat itu bertepatan dengan 13 tahun aksi diam di depan istana. Aksi itu dipimpin langsung oleh Sumarsih, ibu dari Wawan, korban Semanggi I, yang tidak pernah menyerah dan selalu gigih menuntut keadilan untuk mengetahui apa yang sebenarnya terjadi terkait kasus Semanggi I.

Pada kesempatan itu juga, lanjut Taufik, Jaksa Agung ST Burhanuddin menyampaikan bahwa penyidikan untuk kasus Semanggi I dan II terhambat karena merujuk pada keputusan DPR periode 1999-2004 yang dikeluarkan pada Juli 2001.

"Kita ketahui faktanya seperti itu, bahwa pernah ada keputusan DPR Semanggi I dan II, tapi ada fakta lain bahwa di 20 Maret 2002, Komnas HAM mengeluarkan laporan akhirnya, di mana saat itu Komnas HAM melalui KPPH yang Trisakti mengumumkan telah terjadi kejatahan kemanusiaan terhadap peristiwa Trisakti, Semanggi I dan II. Dan itu hasil yang diperoleh dari penyelidikan pro justitia berdasarkan UU," jelasnya.

Semua tahu adanya fakta bahwa di 2001 keputusan politik, dan di 2002 ada satu hasil dari proses hukum. Taufik mengatakan, dirinya berharap jaksa agung tidak bersandar pada keputusan politik saja.

"Saat ini pun proses penyelidikan penyampaian berkas, kemudian memang bolak balik dan sebagainya, masih berjalan. Saya minta Pak Jaksa Agung tidak berhenti di situ. Tidak berarti bahwa karena ada keputusan politik maka tidak bisa dilanjutkan, tidak. Jadi tetaplah kita buka ini," tegasnya.

Selain itu, Taufik meminta, adanya komunikasi yang baik antara jaksa agung dengan Komnas HAM dan difasilitasi dengan Komisi III untuk mencari jalan keluar.

"Kita ingin ada penyelesaian kalau ada sebuah pelanggaran HAM ada sebuah peristiwa serius yang terjadi di masa lalu tak terselesaikan. Maka negara akan mengarah pada impunitas ada kejahatan tanpa penyelesaian," tuturnya.

Menanggapi hal ini, Jaksa Agung ST Burhanuddin mengatakan, pada dasarnya, dari kejaksaan agung sebagai jaksa untuk penyidik siap untuk menuntaskan perkara-perkara yang ada. Namun, dengan satu catatan bahwa perkara sudah memenuhi syarat formil dan materil.

"Kami tidak berbalik kemana-mana. Kalau ada berkas, kami akan lakukan penelitian apakah memenuhi materil dan formil, itu adalah janji saya. Saya ingin perkara ini tuntas agar tidak jadi beban," jelasnya.

Burhanuddin mengaku, pihaknya akan bekerja sama dengan Komnas HAM yang nanti difasilitasi oleh Menkopolhukam. Menurut dia, ini sudah berjalan dan sudah pernah diketemukan dengan Komnas HAM.