JAKARTA - Kementerian Keuangan (Kemenkeu) menjelaskan perbedaan pengenaan tarif cukai untuk golongan Sigaret Kretek Mesin (SKM) dan Sigaret Putih Mesin (SPM) yang utamanya terletak pada kandungan lokal.
"SPM jumlah tembakaunya, baik ukuran dan berat lebih banyak menggunakan impor," kata Kepala Sub Bidang Cukai Badan Kebijakan Fiskal Kementerian Keuangan Sarno dalam webinar Tobacco Control Support Center Ikatan Ahli Kesehatan Masyarakat di Jakarta, dikutip dari Antara, Selasa 2 Februari.
Menurut dia, dengan kandungan tembakau impor yang lebih banyak di SPM itu, maka tarif cukainya juga ditinggikan.
SPM, lanjut dia, secara konten lokal lebih rendah karena golongan tersebut adalah rokok putih dan tidak menggunakan cengkih.
Sedangkan SKM, lanjut dia, merupakan rokok kretek yang menggunakan cengkih, menggunakan produk tembakau lokal yang lebih banyak porsinya.
Pemerintah mulai 1 Februari 2021 menaikkan tarif Cukai Hasil Tembakau (CHT) secara rata-rata tertimbang sebesar 12,5 persen.
Namun, besaran kenaikan tarif cukai berbeda berdasarkan golongan yakni untuk SKM I mencapai 16,9 persen atau Rp125 menjadi Rp865 per batang, SKM II-A naik 13,8 persen sebesar Rp65 menjadi Rp535 per batang dan SKM II-B naik 15,4 persen menjadi Rp525 per batang.
BACA JUGA:
Untuk SPM I naik 18,4 persen sebesar Rp145 menjadi Rp935 per batang, SPM II-A naik 16,5 persen menjadi Rp565 per batang dan SPM II-B naik 18,1 persen sebesar Rp70 menjadi Rp555 per batang.
Sedangkan untuk Sigaret Kretek Tangan (SKT) tidak mengalami kenaikan mempertimbangkan sektor padat karya dan masa pemulihan perekonomian akibat pandemi COVID-19 sekaligus melindungi tenaga kerja.
Pemerintah, lanjut dia, tidak melakukan simplifikasi layer tarif pada 2021 yang ditujukan agar pabrikan tidak mendapat pukulan ganda dari kenaikan tarif dan dampak simplifikasi.
Namun demikian sinyal simplifikasi tetap ada dengan penyempitan gap tarif SKM-IIA dan II-B serta SPM II-A dan II-B.