Apresiasi Kinerja Kejagung Tangani Kasus Asabri, KPK: Kami Malah Harus Belajar dari Mereka
KPK/Iqbal-VOI

Bagikan:

JAKARTA - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mengapresiasi kinerja Kejaksaan Agung dalam upaya mereka menangani kasus korupsi di PT Asabri. Wakil Ketua KPK Nawawi Pomolango mengatakan kinerja Kejagung dalam menangani kasus ini begitu baik.

"Perkara sudah ditangani dengan begitu baik oleh mereka. Kami malah harus belajar dari mereka model penanganan kasus-kasus seperti itu," kata Nawawi kepada wartawan, Selasa, 2 Februari.

Dia menyebut penanganan perkara korupsi yang terjadi di tubuh perusahaan asuransi tersebut hingga penetapan delapan tersangka bukan hal yang mudah. Apalagi, kasus ini merupakan skandal korupsi yang besar.

"Salut dan respect untuk kinerja Kejaksaan Agung dalam menangani kasus Asabri dan Jiwasraya. Itu kerja yang luar biasa dan sangat tidak mudah. Perkara-perkara tersebut corruption big scandal," tegasnya.

Selain itu, dia juga menilai tim penyidik Direktorat Penyidikan Jaksa Agung Muda Pidana Khusus (Jampidsus) sudah cukup baik dalam pengungkapan kasus PT Asabri. Sehingga, dia berharap lembaganya dapat belajar dengan Kejaksaan Agung.

"Model penanganan kasus dengan metode case building seperti itu harus diakui 'masih begitu kurang' dilakukan oleh KPK," ungkapnya.

Diberitakan sebelumnya,Kejaksaan Agung menetapkan delapan orang tersangka kasus dugaan korupsi PT Asuransi Sosial Angkatan Bersenjata Republik Indonesia (Asabri). Dua orang di antaranya merupakan mantan Direktur Utama PT Asabri yaitu Mayjen (Purn) Adam Rachmat Damiri dan Sonny Widjaja.

Sementara, untuk enam tersangka lainnya yakni BE selaku mantan direktur keuangan PT Asabri; HS selaku Direktur PT Asabri; IWS selaku Kadiv Investasi PT Asabri; LP Dirut PT Prima Jaringan; BT dan HH.

Kasus dugaan korupsi ini terjadi selama tahun 2012 hingga 2019, PT. Asabri telah bekerja sama dengan beberapa pihak untuk mengatur dan mengendalikan dana investasi Asabri dalam investasi pembelian saham sebesar Rp10 triliun melalui pihak-pihak yang terafiliasi dan investasi penyertaan dana pada produk reksadana sebesar Rp. 13 triliun. 

Ini dilakukan melalui beberapa perusahaan manajemen investasi (MI) dengan cara menyimpang dari ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

Perbuatan tersebut diduga telah mengakibatkan kerugian keuangan negara sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 31 tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.