Bagikan:

JAKARTA - Penangkapan Pemimpin Myanmar Aung San Suu Kyi dan Presiden Myanmar Win Myint, serta sejumlah tokoh politik Liga Nasional untuk Demokrasi (NLD) oleh Militer Myanmar pada Senin 1 Februari dinihari menuai kecaman.

Mengumumkan pengambilalihan kekuasaan, militer selanjutnya menyebut Jenderal Senior Min Aung Hlaing sebagai pemimpin sementara dan memberlakukan keadaan darurat selama setahun.

Melalui televisi yang mereka kelola, militer Myanmar membuat pengumuman terkait pengambil alihan kekuasaan. Melansir Reuters, berikut penyataraan yang disiarkan melalui Myawaddy Television (MWD).

“Daftar pemilih yang digunakan dalam pemilihan umum multi partai yang digelar pada 8 November ditemukan memiliki selisih yang sangat besar dan KPU gagal menyelesaikan masalah ini.

Meski kedaulatan bangsa harus bersumber dari rakyat, namun terjadi kecurangan yang mengerikan dalam daftar pemilih selama pemilihan umum yang demokratis yang bertentangan dengan memastikan demokrasi yang stabil. Penolakan untuk menyelesaikan masalah penipuan daftar pemilih dan kegagalan mengambil tindakan dan mengikuti permintaan untuk menunda sesi parlemen majelis rendah dan majelis tinggi tidak sesuai dengan pasal 417 dari Konstitusi 2018 yang mengacu pada 'tindakan atau upaya untuk mengambil alih kedaulatan Persatuan dengan cara paksa yang salah' dan dapat menyebabkan disintegrasi solidaritas nasional.

Karena tindakan seperti itu, telah terjadi banyak protes di kota-kota kecil dan kota di Myanmar untuk menunjukkan ketidakpercayaan mereka terhadap UEC. Partai dan masyarakat lain juga ditemukan melakukan berbagai macam provokasi termasuk mengibarkan bendera yang sangat merusak keamanan nasional.

Jika masalah ini tidak diselesaikan, maka akan menghambat jalan menuju demokrasi dan oleh karena itu harus diselesaikan sesuai dengan hukum. Oleh karena itu, keadaan darurat dinyatakan sesuai dengan pasal 417 Konstitusi tahun 2008. Untuk melakukan pemeriksaan terhadap daftar pemilih dan untuk mengambil tindakan, kewenangan pembuatan undang-undang negara, pemerintahan dan yurisdiksi diserahkan kepada Panglima di Ketua sesuai dengan Konstitusi 2008 pasal 418, ayat (a).

Keadaan darurat berlaku secara nasional dan durasi keadaan darurat ditetapkan selama satu tahun, terhitung sejak tanggal perintah ini diumumkan sesuai dengan pasal 417 Konstitusi 2008," demikian pernyataan militer Myanmar.

Untuk diketahui, ada klausul yang memungkinkan militer Myanmar untuk melakukan 'kudeta' berdasarkan ketentuan, militer bisa mengambil alih kekuasaan jika demokrasi dianggap mati.

Konstitusi Myanmar menggaris bawahi, pengambil alihan kekuasaan oleh Panglima Tertinggi Militer hanya dapat dilakukan dalam keadaan genting, yang dapat menyebabka kehilangan kekuasaan berdaulat dan perpecahan bangsa. Namun, kondisi darurat ini harus dinyatakan oleh Presiden Sipil.