BOGOR – Keluarga almarhum Bripda Ignatius Dwi Frisco Sirage (IDF) berencana melaporan dua oknum Polri dari Detasemen Khusus (Densus) 88 Antiteror Polri Bripda IMS dan Bripka IG atas tuduhan pembunuhan berencana ke Bareskrim Polri.
Mereka akan melaporkan Bripda IMS dan Bripka IG setelah menyaksikan gelar perkara di Polres Bogor, Selasa, 1 Agustus, kemarin.
Kuasa Hukum Bripda Ignatius, Jajang mengatakan bahwa ia akan melapor ke Bareskrim Polri pada 4-5 Agustus 2023 mendatang dengan Pasal 340 KUHP.
“Rencananya tanggal 4-5 (Agustus) ke Mabes Polri,” kata Jajang dalam pesan singkat, Rabu, 2 Agustus.
Jajang mengatakan dasar yang menjadikan pihak membuat laporan tentang Pasal 340 KUHP adalah saat korban diundang saksi AN hingga sudah dipersiapkannya senjata untuk menembak Bripda Ignatius.
Selain itu dikuatkan lagi dengan bukti chat (percakapan) kekasih korban yang menjelaskan bila situasi di kantor korban tidak kondusif sejak lama.
“Nampak bahwa terdapat unsur percananaan kesengajaan tersebut. Bahwa senjatanya betul-betul sudah disiapkan. Kemudian ada jeda, saksi AN melakukan panggilan melalui telepon loudspeaker,” ucapnya.
BACA JUGA:
“Kemudian didengar sama pelakunya, pelaku memanggil korban ‘sini kau-sini kau’ kemudian datang lah si korban ini. Jeda waktu yang cukup lama ke kamar tersebut. Pelaku mengambil senjata di dalam tasnya, mengayunkan ke arah korban,”sambungnya.
Bripda Ignatius tewas ditembak rekannya pada Minggu (23 Juli) di Rusun Polri, Cikeas, Kabupaten Bogor, Jawa Barat.
Dua anggota Polri dari Detasemen Khusus (Densus) 88 Antiteror Polri ditetapkan sebagai tersangka, yakni Bripda IMS dan Bripka IG. Keduanya dinyatakan melanggar kode etik kategori pelanggaran berat serta tindak pidana Pasal 338.
Bripda IMS dikenakan Pasal 338 atau Pasal 359 KUHP dan atau Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1951. Sedangkan untuk tersangka Bripka IG dikenakan Pasal 338 juncto Pasal 56 dan atau Pasal 359 KUHP juncto Pasal 56 KUHP dan atau Undang-Undang Darurat Nomor 12 Tahun 1951.
Keduanya terancam pidana hukuman mati, atau hukuman penjara seumur hidup atau hukuman penjara sementara setinggi-tingginya 20 tahun