JAKARTA - Kepala Pusat Administrasi Keuangan dan Pengelolaan Aset pada Sekretariat Jenderal Kementerian Dalam Negeri periode 2010-2015 Dudy Jocom didakwa melakukan korupsi dalam pembangunan tiga proyek gedung Institut Pemerintahan Dalam Negeri di Riau, Sulawesi Utara dan Sulawesi Selatan tahun 2010-2012.
"Terdakwa Dudy Jocom pada sekitar Januari 2010 hingga Juni 2012 melakukan pengaturan untuk memenangkan PT Hutama Karya, PT Adhi Karya dan PT Waskita Karya dalam pekerjaan konstruksi pembangunan gedung kampus IPDN Provinsi Riau di Kabupaten Rokan Hilir, gedung IPDN Provinsi Sulawesi Utara di Kabupaten Minahasa dan gedung kampus IPDN Provinsi Sulawesi Selatan di Kabupaten Gowa," kata jaksa penuntut umum KPK dalam surat dakwaan yang dibacakan di Pengadilan Tipikor Jakarta dilansir ANTARA, Senin, 31 Juli.
Perbuatan itu dilakukan bersama-sama dengan Budi Rachmat Kurniawan selaku General Manager Divisi Gedung PT Hutama Karya, Bambang Mustaqim selaku Senior Manager Pemasaran Divisi Gedung PT Hutama Karya, Dono Purwoko selaku Kepala Divisi Konstruksi VI PT Adhi Karya serta Adi Wibowo selaku Kepala Divisi I (Gedung) PT Waskita Karya.
"Terdakwa selaku Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) tidak menyusun harga perkiraan sendiri sebagai acuan dalam pelaksanaan lelang, serta menyetujui permohonan pencairan pembayaran 100 persen atas pelaksanaan pekerjaan yang tidak sesuai dengan perjanjian/kontrak pekerjaan," ungkap jaksa.
Perbuatan tersebut menguntungkan Dudy Jocom sebesar Rp5,125 miliar, Budi Rachmat Kurniawan sebesar Rp474 juta, Hendra sebesar Rp1 miliar, Sekretaris Panitia Pengadaan Kemendagri Sri Kandiyati sebesar Rp200 juta dan Bagian Keuangan Kemendagri Mohamad Rizal sebesar Rp10 juta.
Selanjutnya juga memperkaya bagian pemasaran PT Hutama Karya Sutidjan sebesar Rp500 juta, Bagian Keuangan Kemendagri Chaerul sebesar Rp30 juta, Konsultan Perencana PT Bita Enercon Engineering Torret Koesbiantoro sebesar Rp275 juta serta Konsultan Manajemen Konstruksi PT Artefak Arkindo Djoko Santoso sebesar Rp150 juta.
Kemudian juga memperkaya korporasi PT Hutama Karya sebesar Rp18.770.329.098, PT Adhi Karya sebesar Rpp15.824.384.767,24, PT Waskita Karya sebesar Rp26.667.071.208,84, PT Cahaya Teknindo Majumandiri sebesar Rp80.076.241, CV Restu Kreasi Mandiri sebesar Rp69.502.723 dan CV Animha Bangun Sentosa sebesar Rp31.327.807.
Keuntungan tersebut merugikan keuangan negara dalam pembangunan gedung kampus IPDN Provinsi Riau di Kabupaten Rokan Hilir senilai Rp22.109.329.098,42; merugikan keuangan negara dalam pembangunan gedung kampus IPDN Provinsi Sulawesi Utara di Kabupaten Minahasa senilai Rp19.749.384.767,24 dan merugikan keuangan negara dalam pembangunan gedung kampus IPDN Provinsi Sulawesi Selatan di Kabupaten Gowa senilai Rp27.247.147.449,84.
Awalnya Dudy Jocom menjabat sebagai Kepala Bagian Program Biro Perencanaan pada Sekretariat Jenderal Kemendagri bertemu dengan Mulyawan dan Adi Wibowo (arsitek freelance) dan menyampaikan ada tiga proyek gedung IPDN.
"Terdakwa meminta Mulyawan dan Adi Wibowo untuk mencari perusahaan konstruksi dari Badan Usaha Milik Negera (BUMN) beserta perusahaan konsultan perencana dan konsultan pengawas yang akan mengerjakan proyek-proyek tersebut," tambah jaksa.
BACA JUGA:
Mulyawan dan Adi Wibowo lalu menghubungi PT HUtama Karya, PT Adhi Karya dan PT Waskita Karya dengan pembagian PT Hutama Karya mengerjakan pembangunan IPDN Agam Sumatera Barat dan IPDN Rokan Hilir Riau, PT Adhi Karya mengerjakan kampus IPDN Minahasa Sulawesi UTara dan PT Waskita Karya mengerjakan kampus IPDN Gowa Sulawesi Selatan.
"Dalam pertemuan tersebut juga disepakati cara pengaturan lelangnya, yaitu calon pemenang dari masing-masing lokasi pembangunan gedung kampus IPDN yang sudah ditentukan sebelumnya akan membuatkan dokumen penawaran untuk peserta pendamping lainnya, selanjutnya dokumen penawaran ini nantinya akan diberikan kepada peserta pendamping," ungkap jaksa.
Dari hasil pertemuan tersebut, kemudian Dudy Jocom melalui Sri Kandiati menyampaikan kepada panitia lelang bahwa pelaksana pekerjaan pembangunan gedung kampus IPDN di Rokan Hilir, Minahasa dan Gowa sudah dibagi-bagi untuk PT Hutama Karya, PT Adhi Karya dan PT Waskita Karya.
Atas perbuatannya Dudy Jocom didakwa dengan pasal Pasal 2 ayat (1) atau pasal 3 juncto Pasal 18 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP juncto Pasal 65 ayat (1) KUHP ayat (1).