Bagikan:

NTT - Stasiun Karantina Pertanian Ende memperkuat pengawasan pada sejumlah pintu masuk dan keluar di wilayah Flores dan Lembata. Upaya ini untuk mencegah kejadian antraks di wilayah tersebut.

Kepala Karantina Pertanian Ende Komarudin mengatakan pengawasan tersebut meliputi pemeriksaan dokumen sapi, kambing, dan kerbau

yang merupakan hewan paling berisiko terkena antraks.

"Pengawasan di pintu-pintu masuk diperketat dengan memeriksa semua media pembawa yang berisiko menularkan penyakit antraks," katanya di Ende, Kamis 27 Juli, disitat Antara.

Dia mengatakan, setiap media pembawa harus dilengkapi persyaratan sebagaimana yang telah ditetapkan dalam undang-undang.

Komarudin menjelaskan, beberapa dokumen yang harus dilengkapi dalam lalu lintas hewan di antaranya sertifikat veteriner atau Surat Keterangan Kesehatan Hewan (SKKH) yang diterbitkan oleh pejabat otoritas veteriner dari pemerintah daerah asal.

Termasuk, lanjut dia, izin pengeluaran/pemasukan ternak potong dari Kantor Perizinan Terpadu Satu Pintu Provinsi NTT untuk Pengeluaran/Pemasukan antar Provinsi.

Sedangkan beberapa dokumen karantina yang wajib dimiliki berupa Sertifikat Kesehatan KH 11 untuk pengeluaran ternak dan Sertifikat Pelepasan Karantina Hewan (KH 12) untuk pemasukan ternak.

"Hewan harus dikarantina, dilakukan pemeriksaan klinis, menyertakan surat hasil pemeriksaan laboratorium, disertai dengan surat veteriner dari dinas dan sertifikat karantina hewan," tuturnya.

Komarudin menegaskan hewan yang masuk tanpa sertifikat karantina atau/dan masuk tidak melalui tempat pemasukan yang ditetapkan akan ditahan dan ditolak kembali ke daerah asal, atau dimusnahkan bila pemilik hewan tidak mau ditolak ke daerah asal.

"Bisa dipidana penjara paling lama dua tahun pidana dan denda paling banyak Rp2 miliar," ujarnya.

Selain upaya pengawasan ketat di pintu masuk dan keluar, Karantina Pertanian Ende juga melakukan koordinasi dengan pihak terkait dan sosialisasi untuk mencegah lalu lintas media pembawa antraks dan produk olahannya secara ilegal.

Sebelumnya, kasus antraks ditemukan di Dukuh Jati, Kelurahan Candirejo, Kecamatan Semanu, Kabupaten Gunungkidul, Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY). Sebanyak tiga orang meninggal dari Mei-Juni 2023 akibat ada warga Gunungkidul mengonsumsi daging sapi yang sudah dikubur.

Dari tiga kasus yang meninggal, satu kasus dilakukan pengambilan sampel dan diagnosis suspek antraks.