YOGYAKARTA - Perhimpunan Dokter Hewan Indonesia (PDHI) Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) menyatakan penerapan biosecurity di kandang ternak sapi maupun kambing milik warga di Kabupaten Gunungkidul perlu diperkuat untuk mencegah kasus antraks di wilayah itu berulang.
Ketua PDHI DIY drh. Aniq Syihabuddi mengatakan penerapan biosecurity antara lain dengan membenahi kebersihan maupun standar kandang ternak warga yang sebagian masih berlantai tanah.
"Standar kandang di kalangan masyarakat kita tahu sendiri istilahnya biosecurity-nya tidak mendukung," kata Aniq, dikutip ANTARA, Jumat 7 Juli.
Aniq menuturkan kandang ternak berlantai tanah berisiko menjadi sarana penularan antraks sebab spora bakteri Bacillus Anthracis mampu bertahan puluhan tahun di tanah.
Gunungkidul sebagai wilayah yang pernah memiliki riwayat kasus antraks pada 2019, menurut dia, dapat mengantisipasi hal serupa berulang dengan menerapkan standar kandang berlantai beton atau berbahan semen disertai sanitasi yang baik.
"Kalau kandang tanah yang sifatnya basah susah dibersihkan, itu kan juga tidak higienis. Kalau dengan semen relatif lebih mudah dibersihkan," kata dia.
Selain mudah dibersihkan dan tidak lembab, menurut Aniq, cairan desinfeksi yang disemprotkan pada kandang berlantai semen bisa lebih maksimal dan merata.
"Seharusnya kan desinfeksi bisa merata katakanlah untuk membunuh bakteri di lingkungan yang kemungkinan masih bisa hidup puluhan tahun," ujar dia.
Meskipun demikian, ia mengakui bahwa penguatan biosecurity kandang ternak bukan solusi tunggal untuk mencegah antraks karena selain membentuk spora, bakterinya dapat terbawa udara.
Hal itu perlu dibarengi sederet tindakan lain agar kasus serupa tidak muncul kembali seperti vaksinasi, penyuntikan antibiotik, pengetatan pengawasan lalu lintas ternak, hingga penyelidikan epidemiologi pada hewan secara menyeluruh saat muncul kasus.
Selain itu, kata Aniq, kebiasaan sebagian warga Gunungkidul mengkonsumsi sapi mati karena antraks juga harus dihilangkan.
Berdasarkan riwayatnya, kasus antraks di DIY pernah muncul di Pakem, Sleman pada 2003, berikutnya di Kulon Progo pada 2016, di Pleret, Bantul pada 2017, dan Karangmojo, Gunungkidul pada 2019.
Ia menduga kembali munculnya kasus antraks di Gunungkidul bahkan mengakibatkan seorang warga meninggal dunia pada Juni 2023 akibat belum hilangnya kebiasaan porak atau menyembelih lalu mengkonsumsi sapi yang mati.
"Jika di daerah lain mungkin kalau (sapi) sudah mati ya dikubur sehingga kasus pada manusia tidak ada. Namun, di Gunungkidul sekali muncul kasus, lama kasusnya karena kebiasaan masyarakatnya," ujar dia.
BACA JUGA:
Kepala Dinas Pertanian dan Ketahanan Pangan (DPKP) DIY Sugeng Purwanto memastikan kasus antraks yang muncul di Dusun Jati, Kecamatan Semanu, Kabupaten Gunungkidul tidak melebar ke wilayah lain di provinsi ini.
Selain menutup sementara lalu lintas hewan ternak keluar masuk Dusun Jati, DPKP DIY juga menggencarkan vaksinasi dan memastikan tidak ada lagi daging sapi maupun kambing yang beredar di masyarakat maupun keluar dari dusun itu.
"Untuk saat ini (kasus antraks) hanya di Dusun Jati, Semanu, Gunungkidul. Untuk titik lokasi lain sampai saat ini tidak ada laporan," ujar Sugeng.