JAKARTA - Peneliti di Pusat Penelitian Biologi Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) Sugiyono Saputra menilai uji usap atau swab anal bisa dilakukan di Indonesia.
Hal ini menyusul adanya protokol baru di China yang menyebut swab test bisa dilakukan tidak hanya dari hidung tapi juga dari bagian anus.
"Mungkin saja (dilakukan di Indonesia, red) tapi mungkin kalau anal swab kan dilakukan sendiri oleh yang bersangkutan," kata Sugiyono saat dihubungi VOI, Kamis, 28 Januari.
Menurutnya, anal swab memang bisa digunakan untuk digunakan untuk mendeteksi SARS-CoV-2 atau COVID-19 sebab virus ini memang dapat teridentifikasi melalui pencernaan juga darah. Apalagi, virus ini dapat bertahan lebih lama dibandingkan di saluran pernapasan.
"Biasanya SARS-Cov-2 bisa terdeteksi lebih lama di feses. Rata-rata sekitar 17 hari ya kalau di saluran pernapasan sekitar 14 hari. Tapi walaupun bisa terdeteksi lebih lama di situ meski viabilitasnya belum tentu ya," ungkapnya.
Melihat kondisi ini dia menilai anal swab bisa menjadi alternatif. Tentunya, sebelum melakukan secara mandiri orang yang akan melakukannya diberitahu secara benar bagaimana tekniknya agar pengujian bisa dilakukan secara benar dan tidak terkontaminasi.
"Jadi beda dengan naso atau oro swab yang memang jelas harus dilakukan oleh orang lain yang berpengalaman," tegasnya.
BACA JUGA:
Diberitakan sebelumnya, media pemerintah China memperkenalkan protokol baru dalam beberapa hari terakhir. Protokol itu memicu diskusi luas disertai kemarahan. China sedang mencari kemungkinan bagaimana swab test kita nantinya tidak lagi dari hidung, tapi dilakukan di bagian anus.
Beberapa dokter China menjelaskan, dalam sebuah penelitian, terlihat pasien yang pulih dari COVID-19 kemudian mendapat hasil tes positif setelah melalui swab test pada saluran pencernaan bagian bawah. Hasil itu didapat beberapa hari setelah swab test hidung dan tenggorokan yang menunjukkan hasil negatif.
Bagi banyak orang, tampaknya protokol itu terlalu jauh, mengingat dicanangkan setelah satu tahun pandemi. Dan bagaimana pun, swab test anus dianggap sedikit mengikis martabat. Bahkan dokter China yang mendukung tes ini mengakui ketidaknyamanan metode ini.
Hal tersebut menunjukkan bahwa masuk akal jika metode ini digunakan hanya pada kelompok tertentu, seperti di pusat karantina.
"Jika kami menambahkan tes swab dubur ini, dapat meningkatkan tingkat dalam mengidentifikasi pasien yang terinfeksi," kata Li Tongzeng, spesialis penyakit menular di Rumah Sakit Beijing You'an.
"Tapi tentu saja, mengingat mengumpulkan swab dubur tidak senyaman swab tenggorokan, saat ini hanya kelompok kunci seperti mereka yang berada di karantina yang menerima keduanya," imbuh dia.