Bagikan:

JAKARTA - Belakangan terjadi tren penyebaran COVID-19 lewat meja makan. Penularan terjadi ketika satu orang makan bersama meski dia sebelumnya telah menaati protokol kesehatan. Berkaca pada tren ini, muncul usulan agar Satgas COVID-19 mulai mempertimbangkan pelarangan makan di tempat bagi restoran.

Usulan ini berasal dari epidemiolog asal Universitas Griffith Australia, Dicky Budiman. Ia meminta satgas mempertimbangkan pelarangan makan di tempat bagi restoran dan food court. Kebijakan ini sama seperti yang dilakukan pemerintah Australia menyusul terjadinya tren penyebaran COVID-19 lewat meja makan.

Apalagi, hal ini sama seperti yang dialami Ketua Satuan Tugas (Satgas) Penanganan COVID-19 Doni Monardo. Beberapa waktu lalu Doni menyatakan dirinya terpapar virus setelah makan bersama ketika melakukan kunjungan ke lokasi bencana alam.

Wakil Ketua Umum PHRI bidang Restoran Emil Arifin mengatakan usulan restoran hanya melayani take away atau bawa pulang tidak dapat diterapkan di semua restoran. Sebab, kata dia, restoran memiliki menu makanan yang berbeda antara satu dengan yang lain.

"Tidak semuanya makanan bisa take away, misalnya steak bisa enggak di-take away? Enggak enak kalau di-take away. Shabu-shabu makanan Jepang di-take away bisa enggak? Susah dibikin take out. Jadi kalau martabak, pizza, bihun, mie itu masih bisa take away, tapi lain dari itu sulit," tuturnya, saat dihubungi VOI, Kamis, 28 Januari.

Emil mengaku khawatir jika usulan ini diterapkan oleh pemerintah. Sebab, dapat membuat pengusaha mengurangi pegawainya dan hal ini akan berdampak pada meningkatnya jumlah pengangguran.

"Kalau diterapkan pasti tenaga kerja berkurang, pengangguran bertambah. Terus restorannya kalau ditutup, income dari mana? tidak ada kan. Cuma dari take away? ya mendingan tutup. Karena itu tidak akan menutupi biaya. Biaya sewa saja udah berapa, biaya listrik udah berapa, tidak mungkin," jelasnya.