Penyebaran COVID-19 dari Meja Makan, Pengusaha Restoran: Kami Mau Tutup Asal Pemerintah Bayarin Gaji Pegawai
Ilustrasi. (Foto: Unsplash)

Bagikan:

JAKARTA - Terjadi tren penyebaran COVID-19 lewat meja makan belakangan ini. Penularan terjadi ketika satu orang makan bersama meski dia sebelumnya telah menaati protokol kesehatan. Seiring dengan hal itu, muncul usulan agar Satgas COVID-19 mulai mempertimbangkan pelarangan makan di tempat bagi restoran.

Wakil Ketua Umum PHRI bidang Restoran Emil Arifin mengatakan pengusaha restoran bersedia untuk tutup toko guna menghindari penularan COVID-19. Namun, ada syaratnya. Kata dia, pemerintah harus bersedia memberi kompensasi kepada para pegawai.

"Kalau mau ditutup boleh saja, tidak ada masalah. Tapi berikan kompensasi kepada pegawai yang bekerja, alias diberikan subsidi gaji selama restoran tutup," tuturnya, saat dihubungi VOI, di Jakarta, Kamis, 28 Januari.

Tak hanya gaji pegawai, kata Emil, pemerintah juga harus memberikan kompensasi kepada pengusaha restoran berupa dana segar untuk membayar sewa hingga tagihan listrik.

"Begitu juga kepada perusahaannya restorannya, biaya sewanya diganti, service charge-nya di ganti. Itu minimal yang bisa diberikan kompensasi kepada pengusaha restoran," katanya.

Di tengah krisis akibat pandemi COVID-19 ini, Emil menjelaskan, pengusaha lebih memilih untuk menutup tokonya ketimbang bertahan untuk tetap buka namun dengan aturan hanya boleh melayani take away. Sebab, kata dia, 80 persen income restoran berasal dari dine in atau makan di tempat.

Karena itu, kata Emil, restoran didesain untuk orang duduk makan di restoran. Makanya disediakan kursi, meja, dan lain-lainnya. Sementara income dari take away hanya 15 persen. Bahkan, di situasi pembatasan kegiatan masyarakat seperti saat ini penjualan dari sistem take away tidak meningkat.

"Ngarepin dari take away, dari dulu itu tidak pernah naik dari 15 persen. Paling 10 sampai 15 persen dari dulu. Sampai sekarang juga tidak naik. Income dari mana? Tidak ada kan cuma dari take away? Ya mendingan tutup. Karena itu tidak akan menutupi biaya. Biaya sewa saja udah berapa, biaya listrik udah berapa, tidak mungkin," tegasnya.

Sebelumnya, epidemiolog dari Universitas Griffith Australia, Dicky Budiman meminta Satgas COVID-19 mulai mempertimbangkan pelarangan makan di tempat bagi restoran dan food court. Kebijakan ini sama seperti yang dilakukan pemerintah Australia. 

Hal ini disampaikan menyusul tren penyebaran COVID-19 lewat meja makan. Belakangan, banyak penularan yang terjadi ketika satu orang makan bersama meski dia sebelumnya menaati protokol kesehatan. 

Sama seperti yang dialami Ketua Satuan Tugas (Satgas) Penanganan COVID-19 Doni Monardo. Beberapa waktu lalu Doni menyatakan dirinya terpapar virus setelah makan bersama ketika melakukan kunjungan ke lokasi bencana alam.

"Selain ada sosialisasi, edukasi, perlu juga diperkuat dengan regulasi. Misalnya, enggak boleh makan bareng atau setting tempatnya diatur. Di Australia, misalnya, ketika situasi masih serius tidak ada namanya food court dibuka maupun restoran boleh duduk di situ. Bolehnya take away," kata Dicky saat dihubungi VOI, Rabu, 27 Januari.

"Jadi tidak ada itu tempat umum yang duduknya bisa berkumpul dibuka dan ketika itu dilanggar ya ada sanksi," imbuhnya.