Kejati Lampung Temukan Indikasi Mark Up Perjalanan Dinas DPRD Tanggamus
Kejati Lampung memberikan keterangan soal penemuan mark up biaya perjalanan dinas DPRD Kabupaten Tanggamus. Bandarlampung, Rabu, (12/7/2023). (ANTARA/HO-Damiri)

Bagikan:

BANDAR LAMPUNG - Penyidik tindak pidana khusus Kejaksaan Tinggi (Kejati) Lampung menemukan adanya dugaan penggelembungan biaya (mark up) perjalanan dinas pada Sekretariat Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kabupaten Tanggamus tahun 2021.

"Hasil kerja penyidik, kami menemukan adanya mark up perjalanan dinas yang dilakukan oleh pimpinan DPRD dan anggota DPRD Tanggamus," kata Asisten Pidana Khusus (Aspidsus) Hutamrin dilansir ANTARA, Rabu, 12 Juli.

Dia melanjutkan, mark up perjalanan dinas tersebut terjadi pada penggelembungan biaya penginapan terhadap empat pimpinan DPRD dan 44 anggota DPRD di hotel yang ada di Lampung dan luar Lampung.

"Ada komponen biaya penginapan APBD dan belanja dinas rapat untuk pimpinan DPRD dan anggota DPRD sebesar Rp14 miliar, sudah terealisasi sebesar Rp12 miliar," kata Hutamrin.

Tujuan perjalanan dinas luar kota dan dalam kota di antaranya adalah pada enam hotel di kota Bandarlampung, dua hotel di Jakarta, dan tujuh hotel di Sumatera Selatan.

Hasil penyelidikan yang dimulai sejak Januari tahun 2023 tersebut, ada tiga modus yang dilakukan oleh wakil rakyat tersebut.

Di antaranya adalah penggelembungan biaya kamar hotel di daerah yang telah memiliki tagihan dan dilampirkan di Surat Perjalanan Dinas (SPJ), namun lebih tinggi dibandingkan dengan harga kamar sebenarnya yang ada di hotel tersebut.

Terdapat juga tagihan hotel fiktif di SPJ lantaran nama tamu yang dilampirkan tidak pernah menginap berdasarkan data yang ada di komputer masing-masing hotel.

"Kemudian yang ketiga berdasarkan catatan bahwa kami menemukan anggota DPRD yang menginap dua orang untuk satu kamar, namun dibuat di SPJ masing-masing satu orang. mark up tersebut dibantu oleh travel atas perintah anggota dewan tersebut," katanya.

"Kemarin kami telah meningkatkan kasus proses dari penyelidikan menjadi penyidikan umum dan telah melakukan ekspos di Kejagung. Indikasi kerugian negara saat ini sebesar Rp7 miliar, tapi nanti secara riil akan dihitung melalui audit untuk mengetahui berapa nilai sebenarnya," kata Hutamrin.