Bagikan:

MATARAM - Mantan Kepala Cabang BNI Mataram Amiruddin menyebut dirinya sebagai tumbal perkara korupsi penyaluran bantuan dana kredit usaha rakyat (KUR) jagung untuk petani di Kabupaten Lombok Timur, Nusa Tenggara Barat.

"Saya menilai bahwa diri saya dalam perkara ini hanya jadi tumbal, sengaja dikorbankan dalam perkara ini," kata Amiruddin menyampaikan nota pembelaan (pledoi) di hadapan Majelis Hakim Pengadilan Tipikor pada Pengadilan Negeri Mataram, Antara, Senin, 3 Juli. 

Dia menyampaikan hal tersebut dengan memberikan pemahaman awal bahwa penyaluran dana KUR ini melibatkan banyak pihak. Lebih khusus, dalam hal verifikasi persyaratan penunjukan perusahaan penyalur.

"Tupoksi verifikasi ada di JRM (Junior Relationship Manajer), penyelia, dan PBP (Pemimpin Bagian Pemasaran)," ujarnya.

Dia mengaku tidak mengetahui dalam verifikasi itu perusahaan penyalur bantuan, yakni CV ABB milik Lalu Irham, memalsukan surat keterangan lahan (SKL) dan memalsukan data petani.

"Itu merupakan ranah dari PBP. Hal itu juga sudah terbuka berdasarkan fakta persidangan," ucap dia.

Dengan menyampaikan hal demikian, Amiruddin beranggapan bahwa mereka yang seharusnya turut bertanggung jawab dari adanya perkara ini.

"Karena sifat keputusan penyaluran kredit itu adalah kolektif kolegial. Kami semua yang bertanda tangan di situ, menjadi tanggung jawab bersama," kata Amiruddin.

Menurut dia, apabila seluruh pihak yang terlibat terseret dalam perkara ini, maka akan berdampak buruk pada reputasi BNI sebagai bank konvensional milik negara.

"Sehingga saya, yang menjelang masuk masa pensiun ini dijadikan tumbal," ujarnya.

Selain itu, dia turut mengungkapkan adanya peran aktif dari luar BNI, yakni seorang pemangku jabatan di Kementerian Pertanian RI, yakni Indah Megawati.

Amiruddin mengetahui hal tersebut berdasarkan fakta yang terungkap dalam persidangan. Indah sebagai direktur pembiayaan pada Kementerian Pertanian RI mendesak BNI Pusat agar Kantor BNI Cabang Mataram segera merealisasikan program KUR tahun 2020 sampai dengan 2021 tersebut.

Dia juga mengaku mendapatkan tekanan langsung dari Indah ketika melakukan pertemuan yang turut menghadirkan terdakwa lain, yakni Lalu Irham.

"Saat itu, saya diperkenalkan Lalu Irham ini oleh Ibu Indah sebagai bendahara HKTI NTB dan meminta saya untuk segera melaksanakan program KUR ini," ucap dia.

Dalam pertemuan lain, Indah turut memperkenalkan kepada Amiruddin PT SMA milik Joanina Novinda Rachma, anak tunggal Moeldoko, Kepala Staf Kepresidenan RI yang juga menjabat sebagai Ketua HKTI Pusat.

"Saat itu, saya hubungi juga pusat. Pusat bilang PT SMA ini telah mendapatkan rekomendasi sebagai offtaker (penyalur) dana KUR di seluruh kabupaten/kota," katanya.

Hubungan dua perusahaan itu kemudian terungkap, PT SMA dan CV ABB ternyata telah membangun kerja sama tanpa sepengetahuan BNI. Indah bersama HKTI NTB, dan PT SMA terungkap telah merekomendasikan CV ABB sebagai collection agent (agen penyalur).

Penyaluran dana KUR kemudian dikirim melalui PT MUG yang juga perusahaan milik Lalu Irham. Total yang sudah disalurkan Rp29 miliar.

Berdasarkan fakta persidangan, bahwa uang yang masuk ke rekening PT MUG tidak dipergunakan pembelian sarana produksi pertanian (saprotan).

"Dari uang itu saya sama sekali tidak pernah mendapatkan apapun dari Lalu Irham atau orang lain. Demi Allah sepeserpun tidak pernah saya menikmati hasil dana KUR tersebut," kata Amiruddin.

Oleh karena itu, Amiruddin menyayangkan sikap jaksa yang turut membebankan membayar uang pengganti senilai Rp7,9 juta. Uang tersebut merupakan sisa saldo debitur yang masih mengendap di BNI.

"Seharusnya bukan saya yang diminta ganti, seharusnya ke pihak BNI, karena uang itu masih ada di rekening debitur yang dibekukan BNI," ujarnya.