JAKARTA - Pemerhati anak dan pendidikan, Retno Listyarti mengecam tidakan Polres Temanggung yang menghadirkan anak pelaku pembakaran sekolah dalam konferensi pers kasus tersebut.
Bahkan, anak pelaku yang berinisial R ini dijaga oleh seorang polisi yang memegang senjata laras panjang di sebelahnya. Retno menegaskan, perlakuan Polres Temanggung itu bisa berdampak buruk pada masa depan R.
"Perlakuan pihak kepolisian yang berlebihan dapat berdampak pada massa depan Ananda R, seperti hilangnya hak melanjutkan pendidikan karena setelah pemberitaan tersebut, anak R berpoteni tidak diterima lagi oleh pihak sekolah karena dianggap mencemarkan nama baik sekolah dan seolah penjahat yang berbahaya," kata Retno dalam keterangannya, Minggu, 2 Juli.
Kalaupun anak R sudah menjalani proses hukum nantinya, ia juga berpotensi kesulitan mendapatkan sekolah yang mau menerimanya melanjutkan pendidikan. Padahal, menurut Retno, anak R berhak mendapatkan pendidikan meski sebagai pelaku pidana sekalipun, karena dia masih anak dibawah umur.
"Anak R juga berhak melanjutkan masa depannya meski pernah dihukum sekalipun. Itu semua dijamin dalam UU Perlindungan Anak," ucapnya.
Dari tindakan ini, Retno memandang Polres Temanggung melanggar Undang-Undang Sistem Peradilan Pidana Anak (SPPA) dan UU Perlindungan Anak.
"Saya menduga kuat pihak polisi tidak memahami UU Nomor 11 Tahun 2012 tentang SPPA dan tidak pahan knvensi hak anak terutama tentang prinsip kepentingan terbaik bagi anak. Apa yang dilakukan pihak kepolisian berpotensi kuat melanggar UU SPPA dan UU Perlindungan Anak," ungkap Retno.
Pasal 19 ayat (1) UU SPPA menyebut bahwa identitas anak, anak korban, dan/atau anak saksi wajib dirahasiakan dalam pemberitaan di media cetak ataupun elektronik.
BACA JUGA:
Mantan Komisioner Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) ini berpandangan, meski anak R telah melakukan tindak pidana pengrusakan, namun dia yang masih berusia 13 tahun seharusnya tidak perlu ditampilkan dalam konferensi pers.
"Menampilkan anak R dalam konfrensi pers meski menggunakan penutup wajah sekalipun, sudah berpotensi kuat ikut mengungkap jati diri anak. Media televisi, cetak, dan elektronik dapat dipastikan menampilkan fisik anak R dan pasti akan menzoom bagian wajah yang tertutup, artinya polisi justru memfasilitasi media melanggar pasal 19 UU SPPA," urai dia.