Bagikan:

SOLO - Wali Kota Solo, Gibran Rakabuming Raka, terus berupaya membangun imej daerahnya sebagai Kota Toleransi. Harapannya, imej yang baru bisa memberikan rasa nyaman kepada masyarakat.

Gibran mengatakan, banyak imej buruk tentang Kota Solo di masa lalu. "Kami mau mengubah itu," tuturnya pada Seminar Kebangsaan Penanggulangan Bahaya Radikalisme Masa Depan dan Keberhasilan Gerakan Toleransi Solo Terhadap Kemajuan Ekonomi Kreatif di Pondok Pesantren Az-Zayadiyy Solo, Sabtu, 1 Juli.

"Alhamdulillah kalau di Solo banyak dukungan dari pak Kapolres, pak Dandim, dari guru kami Gus Karim (pengasuh pondok Az-Zayadiyy Abdul Karim)," lanjutnya.

Ia mengatakan, saat menjadi momen awal dia menjabat sebagai Wali Kota pada 2019, Solo menempati posisi ke-9 sebagai kota paling toleran di Indonesia. "Sekarang kita masuk nomor 4 kota paling toleran," ujar Gibran.

Ia mengatakan ingin menghilangkan imej Kota Solo sebagai kota teroris menjadi Solo yang adem ayem. "Ya karena dukungan dari seluruh pemuka agama. Para kyai dan hari ini bertemu dengan para alumni Ponpes Tebuireng, tambah kekuatan lagi," sebutnya.

Terkait dengan bahaya radikalisme, Pengasuh Pondok Pesantren Tebungireng Jombang KH Abdul Halim Mahfudz mengatakan sudah terjadi sejak zaman Belanda.

"Bahkan Hadratus Syaikh (Pendiri Ponpes Tebuireng Hadhratus Syaikh KH Hasyim Asy'ari) pada saat itu cukup frontal dalam menghadapi aliran baru," katanya.

Terkait dengan paham radikalisme, dikatakannya, selama ukhuwah terbangun, maka radikalisme akan tersingkir dengan sendirinya.

"Akan berhenti sendiri. Bahkan (paham radikalisme) saat itu (zaman KH Hasyim Asy'ari) lebih berat," ujar Gibran.

Ia mengatakan Tebuireng hingga saat ini juga terus aktif memperluas syi'ar, saling mendukung, dan mengingatkan. "Harus saling bersinergi satu sama lain," kata putra sulung Presiden Jokowi tersebut.