Putin dan Tentara Bayaran Wagner
Presiden Rusia Vladimir Putin/FOTO via Instagram @rusemb_indonesia

Bagikan:

JAKARTA - Hujan tembakan artileri begitu deras, sampai serdadu-serdadu Amerika Serikat dan koalisi Kurdi-Arab terpaksa berlindung dalam lubang-lubang perlindungan.

Saat itu Rabu 7 Februari 2018, jam sudah menunjukkan pukul 20.00. Sudah malam, namun kilatan cahaya dari peluru-peluru yang berseliweran di atas Kota Kasham, Provinsi Dier ez-Zor, Suriah, membuat suasana malam tak segelap seperti biasa.

Beberapa lama kemudian, tank-tank tempur T-72 merangsek, sembari memuntahkan peluru kaliber 125 mm dari meriam-meriam utamanya.

Serdadu-serdadu AS dan Kurdi-Arab itu membalas, tapi mana mungkin peluru biasa dapat menghentikan gerak maju tank.

Mereka diserang oleh sekitar 500 serdadu dari pasukan pemerintah Suriah, milisi Syiah, dan tentara bayaran Wagner Group dari Rusia. Wagner adalah inti dari kekuatan pasukan penyerang.

Pihak yang diserang tersudut. Mereka kewalahan, lalu meminta bala bantuan.

Dilansir ANTARA, Jumat, 30 Juni, sekitar 20 mil dari tempat pertempuran di ladang minyak Conoco, 30-an serdadu pasukan khusus baret hijau dan marinir, menatap lekat-lekat layar komputer di depan mereka, menyaksikan tayangan langsung pertempuran sengit itu dari video yang diabadikan dari udara oleh drone.

Bersama tentara yang tengah bertempur itu, 30 prajurit komando Amerika itu memiliki tugas mempertahankan ladang minyak Conoco.

Akhirnya, pasukan Amerika berhasil memukul mundur musuh tanpa kehilangan satu nyawa pun. Sebaliknya, korban tewas di pihak musuh mencapai seratusan orang.

Perlu waktu empat jam dan mesin-mesin perang canggih semacam pesawat tanpa awak Reaper, jet tempur siluman F-22, F-15 Eagle, pesawat pembom B-52, dan helikopter serang Apache AH-64, untuk bisa mengusir petualangan Wagner Group.

Bayangkan, jika saat itu si penyerang memiliki kekuatan lebih dari 500 serdadu. Bayangkan pula jika yang menghadapi mereka tentara biasa, bukan Baret Hijau dan Marinir AS yang reputasinya sudah mendunia itu.

Pertempuran Kasham dikenang sebagai kontak langsung pertama tentara bayaran Wagner dengan tentara AS.

Meskipun kalah, reputasi tentara bayaran bentukan Yevgeny Prigozhin itu justru menjadi melambung.

Reputasi mereka semakin tinggi selama invasi Rusia di Ukraina yang sudah masuk tahun kedua. Banyak warga Rusia yang menyanjung laskar-laskar Wagner Group sebagai pahlawan bangsa.

Mereka memang menjadi unit tempur Rusia paling efektif di Ukraina. Bahkan, Presiden Rusia Vladimir Putin mengakuinya.

Aset besar

Mungkin karena itu, Putin sempat tak terusik oleh kritik bertubi-tubi Prighozin kepada petinggi-petinggi militer Rusia, khususnya Menteri Pertahanan Sergei Shoigu dan Panglima Angkatan Bersenjata Jenderal Valery Gerasimov, yang keduanya berada di pusat lingkaran kekuasaan terdalam Putin.

Dari hari ke hari Prighozin semakin nyaring mengkritik, sampai kemudian pada 23 Juni 2023 dia memimpin Wagner Group keluar dari Ukraina untuk masuk Rusia guna "menghukum" Shoigu dan Gerasimov, terutama akibat wacana integrasi Wagner ke dalam angkatan bersenjata Rusia.

Orang kepercayaan Putin itu berbalik menentang tuannya. Putin pun murka, lalu menganggap Prigozhin berkhianat, bagaikan Brutus terhadap Julius Caesar dalam era Romawi kuno.

"Ini tikaman dari belakang bagi semua orang di Rusia," kata  Putin, begitu Prigozhin memimpin tentara bayarannya menuju Moskow dalam manuver yang ia sebut "Parade Keadilan".

Manuver yang awalnya mulus dan tinggal 200 km untuk mencapai Moskow itu mencapai antiklimaks, mati sebelum berkembang, setelah Presiden Belarus Alexander Lukashenko menengahi dan mengakhiri drama itu.

Prigozhin lalu menjadi pesakitan, dan tak lagi nyaman berada di bumi Rusia.

Mengingat dia bagian dari warga Rusia yang masuk daftar sanksi Barat, Prigozhin tak bisa lari ke mana-mana, selain Belarus, yang bersama Rusia terkena sanksi Barat karena menjadikan wilayahnya sebagai basis menyerang Ukraina.

Kini, karena Prigozhin tak mau menandatangani kontrak dengan Kementerian Pertahanan Rusia, Wagner Group tak boleh lagi berada di medan perang Ukraina.

Lalu, bagaimana dengan nasib Wagner Group?

Putin memang murka kepada Prigozhin, tapi dia tidak menghukumnya, paling tidak sejauh ini.

Sebaliknya, tentara profesional, seperti Jenderal Sergey Surovikin yang dijuluki "Jenderal Armageddon" justru kabarnya terkena hukuman karena dianggap tahu gerakan Prigozhin.

Sementara kepada puluhan ribu anak buah Prighozin, Putin masih memberi tiga pilihan; bergabung dengan angkatan bersenjata Rusia, pulang ke rumahnya masing-masing, atau menyusul Prigozhin ke Belarus.

Padahal, di masa lalu, Putin tak segan menghukum siapa pun yang berani melawannya.

Tiga dekade lalu, dengan bengis dia menindas gerakan pemisahan Chechnya dari Federasi Rusia yang memicu dua perang besar yang terjadi pada 1994-1996 dan 1999-2000.

Perang Chechnya ini demikian dahsyatnya, sampai Grozny yang menjadi ibu kota salah satu republik Federasi Rusia itu, luluh lantak dibombardir Rusia, sedangkan nasib tokoh-tokohnya, Dzhokar Dudayev dan Aslan Maskhadov, berakhir mengenaskan.

Putin tak memperlakukan Prigozhin sebengis seperti terhadap Dudayev dan Maskhadov, karena Putin mungkin melihat Wagner Group sebagai "aset besar" bagi Rusia.

Bagian instrumental

Kenyataannya, Wagner sudah menjadi bagian instrumental untuk proyek global Putin yang membuat Rusia terlihat hadir di segala mandala konflik dunia.

Wagner aktif beroperasi di sekitar 30 negara Afrika, Timur Tengah, dan Amerika Latin.

Mereka sangat berpengaruh dalam berbagai konflik Afrika, termasuk Mali, Republik Afrika Tengah, dan Libya, bahkan di Sudan yang tengah direcoki perseteruan antara milisi RSF dan angkatan bersenjata resminya.

Wagner pula menjadi bagian dari inti sukses aneksasi Krimea pada 2014.

Pun dalam perang Ukraina. Bersama milisi Chechnya pimpinan Ramzan Kadyrov, Wagner adalah unit bersenjata Rusia yang paling efektif.

Wagner memang hanya satu dari sejumlah perusahaan militer swasta Rusia yang beroperasi di luar negeri. Namun, organisasi tentara partikelir ini unik jika dilihat dari lingkup dan skalanya.

Mereka mampu mengerahkan 5.000 serdadu saat puncak perang saudara di Suriah pada 2017, dan 50.000 personel tempur di Ukraina sampai awal 2023.

Mereka juga menjadi sumber pendapatan besar bagi Kremlin yang membuat pemerintah Rusia bisa mengambil alih bisnis tambang dan sektor-sektor strategis di luar negeri, termasuk tambang emas, yang memberikan keuntungan maksimal bagi Rusia.

Wagner sendiri hadir karena tuntutan pasar oleh hadirnya korporasi-korporasi swasta yang muncul pada awal era pasca-Perang Dingin, seperti Gazprom, Tatneft, Stroytransgaz, Zarubezhneft, Rosneft, dan Surgutneftgaz.

Perusahaan-perusahaan itu membutuhkan perlindungan keamanan yang efisien, tapi efektif, terutama karena operasi bisnis mereka mencapai daerah-daerah konflik di seluruh dunia.

Perlindungan semacam itu lebih bisa ditawarkan oleh organisasi tentara partikelir semacam Wagner Group, ketimbang tentara atau aparat keamanan resmi yang kerap tak bisa diandalkan karena terbentur regulasi dan birokrasi, selain acap koruptif.

Keamanan oligarki sendiri adalah bagian tak terpisahkan dari keamanan dan ketahanan rezim, karena tanpa oligarki mustahil rezim bisa bertahan, sekalipun rezim memiliki kemewahan mengendalikan aparat keamanan dan intelijen.

Karena itu, meminjam analisis pakar politik Molly Dunigan dari Carnegie Mellon University dalam USA Today, hampir mustahil Putin membubarkan Wagner Group atau melucuti semua personelnya, karena mereka sudah terlalu penting bagi tujuan geostrategis dan keamanan ekonomi Rusia.

Hal yang mungkin dilakukan Putin adalah mengubah wajah Wagner Group dan memastikan dipimpin oleh orang berloyalitas lebih baik ketimbang Prighozin, yang disebut-sebut tak begitu disukai kebanyakan militer profesional Rusia karena berangasan layaknya bandit.

Lalu, jika benar Kementerian Pertahanan Rusia menyatakan serdadu-serdadu swasta Wagner tak boleh lagi ada di medan Ukraina karena Prigozhin menolak kontrak dengan kementerian pertahanan, mampukah Putin memenangkan perang di Ukraina tanpa unit tempur paling efektifnya itu?

Bisa jadi ketiadaan Wagner di Ukraina menjadi kesempatan besar bagi militer Rusia untuk mengubah pendulum perang menjadi lebih menguntungkan mereka. Tapi bisa juga malah menjadi bab pembuka untuk akhir petualangan di Ukraina.