MATARAM - Kepala Kejaksaan Tinggi Nusa Tenggara Barat Nanang Ibrahim Soleh menegaskan tidak ada unsur politis terkait dengan pemanggilan tiga kepala daerah dalam sejumlah kasus dugaan korupsi yang kini sedang berjalan di tahap penyelidikan.
"Saya luruskan, ini tidak ada unsur politiknya, ini murni karena pengusutan kasus," kata Nanang Ibrahim Soleh dikutip ANTARA, Kamis 22 Juni.
Nanang mengatakan bahwa pihaknya dalam menangani sebuah perkara tetap mengacu pada prosedur penanganan hukum. Tidak ada unsur pemaksaan ataupun pengaruh orang lain.
"Saya juga tidak mau tangan saya dimanfaatkan orang lain untuk menampar. Jadi, kalau tidak terbukti, ya, tidak dilanjutkan. Kalau ada indikasi mengarah tindak pidana, kami sekolahkan," ucap dia.
Ia mengatakan bahwa pihaknya menangani perkara dengan agenda pemeriksaan kepala daerah ini merupakan tindak lanjut dari adanya laporan masyarakat.
"Jadi, siapa pun orang yang berkaitan dengan perkara ini pasti kami panggil," ujarnya.
Tiga kepala daerah yang masuk agenda pemeriksaan jaksa tersebut adalah Wali Kota Mataram Mohan Roliskana, Bupati Lombok Barat Fauzan Khalid, dan Bupati Bima Indah Dhamayanti Putri.
Untuk Wali Kota Mataram dan Bupati Lombok Barat, kata dia, masuk dalam agenda pemeriksaan kasus dugaan korupsi proyek fisik dan penarikan retribusi pada PT Air Mineral Giri Menang (AMGM) pada tahun anggaran 2019—2020.
Keduanya dimintai keterangan terkait penyertaan modal PT AMGM dengan kepemilikan saham 46 persen dari Pemerintah Kota Mataram dan 54 persen dari Pemerintah Kabupaten Lombok Barat.
Meski demikian, Bupati Lombok Barat sejak diagendakan pada hari Selasa (20/6), tidak juga hadir ke hadapan jaksa, tetapi pemeriksaan bupati diwakilkan Asisten II Sekretariat Daerah (Setda) Lombok Barat Rusditah.
Untuk Wali Kota Mataram, hadir pada hari Selasa (20/6). Dia hadir bersama sejumlah pejabat Pemerintah Kota Mataram.
BACA JUGA:
Begitu juga dengan Bupati Bima Indah Dhamayanti Putri. Jaksa memanggilnya terkait dengan laporan masyarakat yang melaporkan adanya dugaan penyelewengan dalam penyertaan modal.
Dalam laporan, muncul dugaan kerugian Rp21 miliar dari pencairan anggaran penyertaan modal untuk sejumlah badan usaha milik daerah (BUMD) pada tahun 2020 dan 2021. Indah Dhamayanti pun hadir ke hadapan jaksa, Senin (19/6).